Jika diketahui pada Laporan Keuangan Tahun 2021 (dalam jutaan rupiah) sebagai berikut.
Secara umum, rasio keuangan dapat dibagi menjadi lima golongan sebagai berikut.
a. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio yang paling banyak dipakai untuk mengukur likuiditas adalah Current Ratio. Rasio ini menunjukkan "jaminan" yang diberikan oleh aktiva lancar untuk membayar seluruh kewajiban lancar.
Filosofinya, aktiva lancar adalah aktiva yang dapat dikonversi menjadi uang tunai dalam waktu satu tahun. Bila perusahaan memiliki aktiva lancar lebih besar dari kewajiban lancarnya, maka dinilai mampu melunasi seluruh kewajiban tersebut karena sama-sama memiliki jangka waktu satu tahun.
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Aktiva Lancar Rp 7.327 dan Kewajiban Lancar Rp 4.948, maka untuk nilai Current Ratio dapat dihitung :
Rasio di atas menunjukkan bahwa setiap Rp 1 kewajiban lancar dijamin oleh Rp 1,48 aktiva lancar. Suatu perusahaan adalah likuid apabila Current Ratio > 1. Likuiditas (tingkat kemudahan konversi menjadi uang tunai) aktiva lancar ini tergantung pada beberapa hal. Pertama, komposisi dari pos tunai (cash) dan pos surat-surat berharga (marketable securities) dibandingkan dengan aktiva lancar secara total. Semakin besar komposisi pos ini berarti semakin likuid suatu perusahaan. Selain Current Ratio, sering juga dipergunakan cash ratio untuk mengukur jaminan yang diberikan oleh pos tunai dan surat-surat berharga terhadap kewajiban lancar.
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Kas dan Bank Rp 19 dan Surat-surat Berharga Rp 0, maka untuk nilai Cash Ratio dapat dihitung :
Rasio di atas menunjukkan bahwa setiap Rp 1 kewajiban lancar dijamin pembayrannya oleh Rp 0,004 dana tunai yang ada pada perusahaan. Pada Laporan Keuangan terdapat Investasi Saham Rp 38 tidak dihitung sebagai surat-surat berharga. Hal itu disebabkan oleh karena tujuan investasi adalah jangka panjang.
Kedua, kualitas piutang dagang (account receivable) dan komposisinya terhadap total aktiva lancar. Bila seluruh piutang dagang dapat tertagih tepat waktu dan memiliki jangka waktu yang relatif pendek, maka perusahaan lebih likuid. Ketiga, kualitas dan komposisi dari persediaan barang (inventory). Dua pos terbesar dari aktiva lancar umunya adalah persediaan barang dan piutang dagang. Jika persediaan adalah fast moving item (barang yang berputar dengan cepat), likuiditas akan lebih baik dibandingkan slow moving item (barang yang berputar dengan lamban). Dengan demikian, pos inventory sangat memengaruhi likuiditas perusahaan. Sehubungan dengan hal di atas, dalam perhitungan rasio likuiditas, seringkali persediaan barang dikeluarkan dari kalkulasi Current Ratio. Rasio ini disebut Quick Ratio (Acid Test Ratio).
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Persediaan Rp 2.643, maka untuk nilai Quick Ratio dapat dihitung :
Artinya, di luar persediaan barang yang mungkin masih jauh dari tunai, setiap Rp 1 kewajiban lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0,95.
b. Rasio Leverage
Rasio leverage, yaitu rasio yang menunjukkan komposisi sumber dana perusahaan, terutama hutang. Rasio ini juga menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman (kreditor), termasuk bank. Rasio yang digunakan untuk menghitung leverage perusahaan adalah DER (Debt to Equity Ratio), yaitu perbandingan antara total kewajiban (total hutang) dengan total modal sendiri (equity). Rasio ini menunjukkan jaminan yang diberikan modal sendiri atas hutang-hutang yang diterima perusahaan. Rasio ini juga dapat dibaca sebagai perbandingan antara dana pihak luar dengan dana pemilik perusahaan yang dimasukkan ke perusahaan.
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Total Kewajiban (Passiva) Rp 4.949 dan Total Modal (Equity) Rp 7.323, maka untuk nilai DER dapat dihitung :
Artinya, pihak luar (kreditor) menempatkan dana Rp 0,68 atas setiap Rp 1 modal yang dikeluarkan oleh pemilik perusahaan. Dengan kata lain, bisnis ini lebih banyak dibiayai oleh modal sendiri dibandingkan dengan hutang. Pada contoh di atas, total kewajiban adalah sama dengan kewajiban lancar. Itu sebuah kebetulan saja. Bila perusahaan juga memiliki kewajiban jangka panjang, maka seluruh kewajiban harus disertakan dalam perhitungan DER. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi rasio DER, semakin besar risiko kreditor. DER > 1 menunjukkan bahwa sumber pembiayaan aktiva perusahaan lebih banyak berasal dari hutang dibandingkan dengan modal sendiri.
c. Rasio Coverage
Rasio coverage, yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban kreditnya dengan sumber dana yang diperoleh dari bisnis. Dalam mengukur tingkat keamanan bank dalam pemberian kredit, rasio yang banyak digunakan adalah Times Interest Earned Ratio atau EBIT Coverage Ratio (Earning Before Interest and Taxed Coverage Ratio). Rasio ini mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk membayar bunga pinjaman.
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Laba Sebelum Bunga dan Pajak Rp 2.458 (Laba Opersiaonal Rp 2.447 + Pendapatan Lain-lain Rp 11) dan Biaya Bunga (Biaya Lain-lain) Rp 691, maka untuk nilai EBIT Coverage Ratio dapat dihitung :
Hal ini menujukkan bahwa setiap Rp 1 biaya (beban) bunga pinjaman dijamin oleh 356% pendapatan operasional atau sebesar Rp 3,56. Kemampuan membayar biaya bunga dihitung dari laba bersih sebelum pajak karena beban bunga merupakan salah satu komponen pengurang pajak penghasilan.
d. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan dan efektivitas manajemen mengelola sumber daya yang dimilikinya. Yang pertama adalah Collection Period atau Account Receivable Turnover (Perputaran Piutang Dagang) dalam jumlah hari.
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Penjualan Rp 17.559 dan Piutang Dagang Rp 4.586, maka untuk nilai Account Receivable Turnover dapat dihitung :
Yang kedua adalah Inventory Turnover (Perputaran Persediaan Barang) dalam jumlah hari.
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Harga Pokok Penjualan Rp 14.284 dan Persediaan Barang Rp 2.643, maka untuk nilai Inventory Turnover dapat dihitung :
Yang ketiga adalah Account Payable Turnover (Perputaran Hutang Usaha) dalam jumlah hari.
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Harga Pokok Penjualan Rp 14.284 dan Hutang Dagang Rp 1.939, maka untuk nilai Account Payable Turnover dapat dihitung :
e. Rasio Rentabilitas
Rasio rentabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan mencetak laba. Bagi para pemegang saham (pemilik perusahaan), rasio ini menunjukkan tingkat penghasilan mereka dalam investasi. Rasio pertama adalah Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor). Rasio ini menunjukkan persentase keuntungan yang diperoleh dari penjualan.
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Penjualan Rp 17.559 dan Laba Kotor Rp 3.275, maka untuk nilai Gross Profit Margin dapat dihitung :
Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1 penjualan yang dilakukan, perusahaan memperoleh laba kotor sebesar 18,65% atau Rp 0,1865. Bila Gross Profit Margin negatif, perusahaan mengalami kerugian dari bisnis usahanya. Beberapa kemungkinan Gross Profit Margin negatif yaitu karena perusahaan masih baru mulai beroperasi atau baru didirikan atau yang paling berbahaya adalah bila perusahaan memang tidak mampu menjual dengan harga yang lebih tinggi dari harga pokoknya.
Rasio kedua adalah Net Profit Margin (Margin Laba Bersih) yaitu tingkat keuntungan yang diperoleh dari bisnis setelah mengurangi penjualan dengan segala biaya.
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Penjualan Rp 17.559 dan Laba Bersih Rp 1.767, maka untuk nilai Net Profit Margin dapat dihitung :
Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1 penjualan bersih, perusahaan memperoleh laba bersih sebesar 10,06% atau Rp 0,1006. Bila Gross Profit Margin menunjukkan apakah perusahaan mencetak laba dengan membuat produk (menyelenggarakan jasa), sedangkan Net Profit Margin menunjukkan efisiensi perusahaan dalam mengelola bisnisnya.
Rasio pengukur tingkat keuntungan lainnya adalah Return on Investment (ROI) atau yang biasa dikenal juga dengan istilah Return on Asset (ROA). Rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian dari bisnis atau seluruh investasi yang telah dilakukan. Dengan bahasa lebih sederhana, menunjukkan laba yang diperoleh atas setiap Rp 1 investasi yang dilakukan.
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Laba Bersih Rp 1.767 dan Total Aktiva Rp 12.271, maka untuk nilai ROA dapat dihitung :
Hal ini menunjukkan bahwa atas setiap Rp 1 investasi, perusahaan memperoleh laba sebesar Rp 0,1444 atau 14,40%.
Rasio terakhir adalah Return on Equity (ROE) atau tingkat pengembalian modal. Rasio ini mengukur besar pengembalian yang diperoleh pemilik bisnis (pemegang saham) atas modal yang disetorkan untuk bisnis tersebut. ROE merupakan indikator yang tepat untuk mengukur keberhasilan bisnis "memperkaya" pemegang sahamnya.
Pada Laporan Keuangan di atas adalah Laba Bersih Rp 1.767 dan Total Ekuitas Rp 7.323, maka untuk nilai ROE dapat dihitung :
Hal ini menunjukkan bahwa atas setiap Rp 1 modal disetor pemegang saham, bisnis memberikan tingkat pengembalian sebesar Rp 0,2413 atau 24,13%.
Sumber :
Jusuf, Jopie. 2017. Analisis Kredit Untuk Credit (Account) Officer. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
No comments:
Post a Comment