Saturday, October 16, 2021

PENGARUH TEMPERING PADA HASIL PROSES KARBURISASI GAS TERHADAP KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR BAJA PADUAN SCM415H

Baja, Heat Treatment, Karburisasi, dan Tempering

Baja merupakan salah satu jenis logam yang paling banyak digunakan dalam bidang industri. Penggunaan baja dapat disesuaikan dengan kebutuhan karena banyak sekali macamnya dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda. Baja biasanya mengandung beberapa unsur paduan. Unsur yang paling dominan pengaruhnya terhadap sifat-sifat baja adalah unsur karbon karena akan berdampak terhadap sifat mekaniknya, salah satunya adalah kekerasannya. Proses pengerasan sendiri dapat dilakukan dengan perlakuan panas (heat treatment). Definisi perlakuan panas dari International Federation for the Heat Treatment of Materials (IFHT) adalah sebuah proses pada keseluruhan atau sebagian objek material dengan cara memberinya siklus termal dan jika diperlukan dilakukan pula aksi fisika atau kimia dengan tujuan untuk mendapatkan struktur dan sifat yang diinginkan. Pengertian siklus termal itu sendiri adalah perubahan temperatur terhadap waktu selama proses perlakuan panas.

Salah satu proses perlakuan panas untuk mengeraskan permukaan logam adalah dengan karburisasi. Karburisasi merupakan proses perlakuan panas dengan penambahan kandungan karbon pada permukaan logam. Proses karburisasi dalam penelitian ini menggunakan media gas (gas carburizing). Proses ini akan diberikan pada baja paduan SCM415H di temperatur 930°C. Baja SCM415H ini memiliki kandungan (dalam %), yaitu 0,12-0,18 C ; 0,15-0,35 Si ; 0,55-0,90 Mn ; 0,85-1,25 Cr ; < 0,03 P ; < 0,03 S, dan 0,15-0,35 Mo. Baja SCM415H merupakan baja paduan rendah (low alloy steel) dimana elemen paduannya (selain karbon) kurang dari 8 %.

Untuk mendapatkan struktur mikro dan sifat yang diinginkan yaitu dapat diperoleh melalui proses pemanasan dan pendinginan pada temperatur tertentu. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kekerasan yang maksimal maka dilakukan proses quenching, yaitu proses pendinginan cepat dengan media air atau oli sehingga diperoleh fasa martensit. Dalam penelitian ini, digunakan oli dingin (cold oil). Untuk mendapatkan baja yang memiliki kekerasan, keuletan, dan ketangguhan tinggi diperlukan juga pemanasan ulang (tempering). Pada penelitian ini, proses tempering dilakukan pada suhu 150°C, 180°C, 230°C, dan 480°C. Dengan proses ini, duktilitas dapat ditingkatkan namun kekerasan dan kekuatannya akan menurun. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu tempering, maka semakin mudah karbon berdifusi. Pada sebagian besar baja, proses tempering dimaksudkan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, duktilitas, dan ketangguhan yang tinggi. Dengan demikian, proses tempering yang dilakukan setelah proses pengerasan akan menjadikan baja lebih bermanfaat karena adanya struktur yang lebih stabil.

Pengujian metalografi dilakukan untuk mengetahui struktur mikro yang terdapat dalam spesimen. Sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan panas, diambil gambar struktur mikro dan nilai kekerasan dari baja. Nilai kekerasan akan diuji dengan pengujian kekerasan Rockwell (HRA 60 kg dan HRC 150 kg) serta Vickers (HMV 300 gram). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai “Pengaruh Tempering Pada Hasil Proses Karburisasi Gas Terhadap Kekerasan dan Mikrostruktur Baja Paduan SCM415H”.


Diagram Alir Penelitian



















Hasil Penelitian









Strukur Mikro Perbesaran 400x



Analisa dan Pembahasan

Karburisasi merupakan proses pengerasan dengan penambahan karbon pada permukaan benda. Karburisasi dilakukan dengan cara memanaskan baja (dalam hal ini baja SCM415H) ke dalam lingkungan yang banyak mengandung karbon aktif, sehingga karbon akan berdifusi masuk ke permukaan baja. Kotak karburisasi yang dipanaskan harus dalam keadaan rapat, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya reaksi antara media karburisasi dengan udara luar. Cara yang biasanya ditempuh untuk menghindarinya adalah dengan memberikan lapisan tanah liat (clay) antara tutup dan kotak karburisasi.

Setelah proses perlakuan panas (karburisasi gas) dilakukan, tahap selanjutnya adalah melakukan pendinginan secara cepat (quenching). Pada penelitian ini menggunakan oli dingin (cold oil). Pada pendinginan yang cepat ini, fasa austenit tidak sempat berubah menjadi ferit dan perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon untuk mengadakan pergerakan difusi. Fasa yang terbentuk saat pendinginan yang cepat ini adalah fasa martensit yang sangat keras tetapi getas. Selain itu, pendinginan yang cepat ini menghasilkan tegangan sisa yang dapat berakibat material mengalami deformasi. Oleh karena itu diperlukan pemanasan ulang baja yang telah dikeraskan (tempering) sehingga diperoleh struktur yang lebih stabil. Maksudnya adalah kombinasi antara kekuatan, keuletan (ductile), dan ketangguhan yang tinggi sehingga menjadikan material lebih bermanfaat karena adanya struktur yang lebih stabil.

Tempering biasanya diberikan pada baja yang telah mengalami normalisasi (normalizing) dan pengerasan (hardening). Normalisasi menghasilkan struktur mikro yang lebih homogen sehingga baik untuk proses pengerasan. Dengan proses tempering ini akan mengurangi tegangan sisa (residual stress) sehingga mengembalikan sebagian keuletan baja. Kembalinya sebagian keuletan menyebabkan nilai kekerasan dan kekuatan yang diperoleh pada proses pengerasan berkurang. Hal ini terlihat seperti nilai rata-rata kekerasan permukaan, kekerasan inti, dan ketebalan lapisan, baik sebelum maupun setelah tempering dilakukan.










Tampak pada Gambar 7 dan 8 bahwa semakin tinggi suhu tempering, maka kekerasannya akan semakin berkurang. Namun, keuletannya akan bertambah. Hal ini dikarenakan semakin mudahnya karbon untuk berdifusi (persentase karbon berkurang).








Jika diperhatikan nilai kekerasan pada material sebelum heat treatment, baik kedalaman 0,05 - 0,5 mm menunjukkan hasil yang hampir sama seperti Gambar 9. Dari referensi yang diperoleh bahwa nilai kekerasan material sebelum heat treatment mendekati nilai kekerasan yang dimiliki oleh fasa ferit, yaitu 100 – 200 HMV. Hal ini terbukti jika kita lihat struktur mikro untuk material baja SCM415H sebelum treatment, tampak fasa ferit yang dominan (berwarna putih kusam) dan juga perlit (berwarna hitam), baik pada permukaan atau inti. Sedangkan setelah heat treatment + quenching, fasa martensit (berwarna gelap) yang dominan dengan sifat keras, namun getas. Selain itu,terdapat sisa austenit (berwarna putih) hanya pada permukaan material tampak pada Gambar 10 dan 11.








Sedangkan berdasarkan pengujian metalografi, untuk struktur mikro yang terbentuk pada tempering 150°C, 180°C, 230°C, dan 480°C adalah martensit yang berwarna gelap, tampak pada permukaan material. Selain itu, terdapat juga fasa ferit yang berwarna putih kusam yang menyebabkan material bersifat ulet (ductile) tampak dominan di inti material baja seperti pada Gambar 12 dan 13.











Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan.

  1. Semakin tinggi suhu tempering, maka nilai kekerasan akan berkurang namun keuletannya akan bertambah.
  2. Proses tempering dimaksudkan untuk mendapatkan struktur baja yang lebih stabil, yaitu memiliki kekerasan, keuletan, dan ketangguhan yang tinggi.
  3. Fasa yang terbentuk sebelum dan sesudah heat treatment berturut-turut adalah ferit dan martensit. Untuk material yang ditemper pada suhu 150°C, 180°C, 230°C, dan 480°C  adalah fasa martensit yang berwarna gelap dan ferit yang berwarna putih kusam.
  4. Fasa martensit menyebabkan material bersifat keras namun getas, sedangkan fasa ferit menyebabkan material bersifat ulet (ductile).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan.

  1. Menghindari terjatuhnya material baik sebelum dan sesudah proses karena dapat menyebabkan kerusakan atau deformasi.
  2. Melakukan pengamplasan dengan metode yang tepat agar mendapatkan gambar struktur mikro yang baik saat pengujian metalografi.
  3. Saat pengujian metalografi sebaiknya menggunakan perbesaran yang tepat agar lebih mudah mengidentifikasi fasa yang terbentuk.

Daftar Pustaka

Asfarizal. 2008. Pengaruh Temperatur Yang Ditinggikan Terhadap Kekuatan Tarik Baja Karbon Rendah. Padang : ITP.Cahyono, Hendro dkk. 2008. Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Struktur Mikro Logam ST60. Pontianak : POLNEP.

Haryadi, Gunawan Dwi. 2006. Pengaruh Suhu Tempering Terhadap Kekerasan, Kekuatan Tarik, dan Struktur Mikro Pada Baja K-460. Semarang : UNDIP.

Iqbal, Muhammad. 2008. Pengaruh Temperatur Terhadap Sifat Mekanis Pada Proses Pengkarbonan Baja Karbon Rendah. Palu : UNTAD.

Jamal, Ilyas dan Haryadi Adma. 2012. Analisa Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Kekuatan Sambungan Las Baja Karbon Tinggi. Makasar : UNHAS.

Kirono, Sasi dan Azhari Amri. 2011. Pengaruh Tempering Pada Baja St 37 yang Mengalami Karburasi Dengan Bahan Padat Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro. Jakarta : UMJ.

Rochiem, Rochman. 2010. Pengaruh Proses Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan dan Struktur Baja AISI 310 S. Surabaya : ITS.

Waluyo, Joko. 2009. Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Pada Proses Karburisasi Cair Terhadap Kekerasan Baja AISI 1025 Dengan Media Pendingin Air. Surakarta : UNS.


Lampiran
Spesifikasi Alat

Proses Kerja

No comments:

Post a Comment