Monday, October 31, 2022

KETERBATASAN LAPORAN KEUANGAN

Walaupun sangat berguna untuk mengenali posisi keuangan perusahaan, laporan keuangan bukanlah laporan yang sempurna. Laporan keuangan memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Laporan keuangan adalah laporan tentang hasil yang dicapai perusahaan di masa lalu (bersifat historis). Laporan keuangan tidak menceritakan apapun tentang masa depan. Sementara itu, dalam memberikan pinjaman seorang Account Officer berhubungan dengan masa depan, yaitu kemampuan perusahaan meneruskan bisnis dan memenuhi kewajiban keuangannya. Oleh karena itu, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam mengambil keputusan kredit.


2. Yang menyusun laporan keuangan adalah manusia yang dalam bekerja tidak lepas dari subjektivitasnya. Walaupun telah ada ketentuan-ketentuan umum yang harus diikuti (seperti standar akutansi keuangan), tidak dapat diharapkan adanya objektivitas yang sempurna karena terdapat metode pencatatan yang berbeda.


3. Akutansi hanya melaporkan informasi yang bersifat material dan memiliki akibat yang jelas. Misalnya, telah terjadi penjualan, adanya piutang, dan lain-lain. Kadang-kadang, tidak seluruh fakta yang terjadi tercatat pada akutansi.


4. Pada laporan keuangan, tidak dapat diketahui fakta yang bersifat kualitatif karena hal-hal tersebut umumnya diabaikan. Misalnya, kualitas persediaan yang ada, kelancaran operasional mesin yang tercantum di buku, dan lain-lain.


5. Salah satu laporan keuangan yakni neraca adalah laporan mengenai posisi keuangan perusahaan pada satu titik waktu tertentu dan tidak menunjukkan kondisi pada titik waktu yang lain. Kadang-kadang tidak menunjukkan kondisi yang sebenarnya. Misalnya, tepat pada 31 Desember perusahaan sedang kehabisan bahan baku sehingga nilai persediaan menjadi kecil sedangkan dalam keadaan normal, persediaan seharusnya lebih tinggi dari yang tertulis di laporan neraca. Lebih jauh lagi, dapat terjadi perusahaan melakukan tindakan keuangan yang bersifat make up untuk memperbagus tampilan neracanya. Contoh, melunasi hutang bank sehingga pos tersebut kelihatan kecil.


Sumber  :

Jusuf, Jopie. 2017. Analisis Kredit Untuk Credit (Account) Officer. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Friday, October 28, 2022

LAPORAN KEUANGAN LABA/RUGI

Laporan Laba/Rugi (Income Statement atau Profit/Loss Statement) merupakan laporan yang menunjukkan komposisi penjualan, harga pokok, dan biaya-biaya perusahaan selama satu periode tertentu. Laporan ini memberikan perhitungan keuntungan yang diperoleh atau kerugian yang diderita oleh perusahaan selama periode tertentu. Komponen Laba/Rugi terdiri atas :


Penjualan (Sales)

Penjualan yaitu pendapatan yang diperoleh perusahaan dari transaksi bisnis utamanya. Demi ketajaman analisis, biasanya dibedakan penjualan bruto/kotor (gross sales) dengan penjualan bersih (net sales). Pembeda ini muncul karena dalam praktek bisnis sering terdapat pengembalian/return penjualan (sales return) dan atau potongan penjualan (sales discount). Bila kedua hal tersebut tidak terjadi, maka net sales akan sama dengan gross sales. Sebaliknya, bila terdapat return penjualan atau potongan penjualan, maka net sales akan lebih kecil dari gross sales.

Gross Sales - Sales Return - Sales Discount = Net Sales


Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)

Harga pokok penjualan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengadaan barang yang dijual. Misalnya, untuk perusahaan manufaktur tekstil maka harga pokok penjualannya adalah biaya yang dkeluarkan untuk memproduksi kain.


Laba Kotor/Bruto (Gross Profit)

Selisih antara penjualan bersih (net sales) dengan harga pokok penjualan (COGS) disebut laba kotor/bruto. Laba kotor menunjukkan besar laba/rugi yang diperoleh dengan membuat produk atau menyediakan jasa utama.


Biaya Operasional (Operating Expenses)

Biaya operasional atau biaya usaha adalah biaya-biaya yang tidak berhubungan langsung dengan produk perusahaan tetapi berkaitan dengan aktivitas operasional perusahaan sehari-hari. Biaya usaha sering disebut juga dengan istilah SGA (Selling, General, and Administration Expenses). Biaya ini dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

- Biaya penjualan (selling expenses), yaitu biaya yang berkaitan dengan penjualan. Misalnya, biaya promosi, biaya pengemasan barang, biaya gaji dan komisi penjualan para salesman, dan lain-lain.

- Biaya administrasi dan umum (general and adminstration expenses), yaitu biaya-biaya yang tidak berhubungan dengan penjualan. Misalnya, biaya gaji staf administrasi, biaya persediaan alat kantor, biaya penyusutan atau sewa gedung kantor, gaji dan fasilitas direksi, dan lain-lain.


Laba Usaha (Operating Profit)

Dengan mengurangi biaya operasional dari laba kotor diperoleh laba usaha. Laba usaha menunjukkan besar keuntungan atau kerugian yang diperoleh dari bisnis utama perusahaan.


Pendapatan/Biaya Lain-lain (Other Income/Expenses)

Bila perusahaan memperoleh pendapatan tetapi tidak dari kegiatan normalnya, pendapatan ini dicatat sebagai pendapatan lain-lain (other income). Misalnya, penjualan aktiva perusahaan, pendapatan bunga, dan lain-lain. Di lain pihak, biaya-biaya yang timbul tetapi tidak dapat dikategorikan sebagai biaya operasional usaha, maka digolongkan sebagai biaya lain-lain. Misalnya, biaya bunga bank, dan lain-lain.


Laba Bersih (Net Profit)

Komponen terakhir dari Laporan Laba/Rugi yaitu laba bersih. Komponen ini diperoleh dengan cara mengurangi laba operasional dengan biaya lain-lain atau menambahkannya dengan pendapatan lain-lain. Dalam situasi tidak terdapat pendapatan atau biaya lain-lain, laba bersih akan sama dengan laba operasional. Laba bersih menunjukkan kemampuan manajemen mengorganisasi bisnisnya.


Sumber  :

Jusuf, Jopie. 2017. Analisis Kredit Untuk Credit (Account) Officer. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Saturday, October 22, 2022

LAPORAN KEUANGAN NERACA

Berbicara mengenai Laporan Keuangan (Financial Statement) tidak dapat dipisahkan dari proses akutansi, yaitu pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi. Hasil dari proses tersebut adalah ringkasan mengenai kondisi keuangan perusahaan. Ringkasan inilah yang disebut Laporan Keuangan. Tujuan diadakannya Laporan Keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan. Dua jenis Laporan Keuangan yang paling banyak dipakai adalah Laporan Keuangan Neraca (Balance Sheet) dan Laporan Laba/Rugi (Income Statement atau Profit/Loss Statement). Di dalam akutansi, seluruh barang atau harta yang dimiliki disebut aktiva (asset). Secara matematis :

Aktiva = Kewajiban + Modal

Setiap aktiva pasti memiliki sumber pembiayaannya. Dapat berupa modal sendiri (equity), kewajiban/hutang (lialibilities), atau kombinasi keduanya. Komposisi aktiva perusahaan serta komposisi hutang dan modal disajikan dalam sebuah laporan yang disebut Neraca. Dengan membaca neraca, dapat diketahui struktur keuangan perusahaan yang diwakilinya. 


Aktiva (Asset)

Secara sederhana, aktiva (asset) dapat didefinisikan sebagai harta yang dimiliki perusahaan. Aktiva disusun berdasarkan urutan likuiditasnya, dimulai dari aktiva yang paling likuid sampai ke aktiva yang tidak likuid. Likuiditas diartikan sebagai tingkat kemudahan suatu aktiva yang dikonversikan menjadi bentuk tunai. Aktiva disebut likuid apabila dengan mudah dapat dikonversikan ke dalam bentuk tunai. Secara umum, komponen aktiva (asset) dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Aktiva Lancar (Current Asset)

Aktiva lancar adalah aktiva yang relatif mudah dapat dikonversi menjadi bentuk tunai atau aktiva yang dipergunakan dalam satu siklus operasi. Patokan yang digunakan adalah satu tahun. Beberapa komponen yang termasuk dalam kategori ini :

- Kas dan bank (cash and bank), yaitu jumlah uang tunai yang ada pada perusahaan dan saldo simpanan perusahaan pada bank yang dapat ditarik segera.

- Surat-surat berharga jangka pendek (marketable securities), seperti deposito jangka pendek, saham yang dibeli tetapi tidak dimaksud dengan investasi jangka panjang.

- Piutang dagang (account receivable), yaitu tagihan perusahaan pada pihak lain yang timbul akibat adanya transaksi bisnis utama secara kredit.

- Persediaan barang (inventory), yaitu barang-barang yang diperjualbelikan oleh perusahaan untuk bisnis utamanya.

- Biaya yang dibayar dimuka (prepaid expenses), yaitu biaya yang telah dikeluarkan tetapi manfaatnya adalah untuk masa yang akan datang. Misalnya, biaya premi asuransi, sewa gudang yang dibayar sekaligus pada saat penandatanganan sewa menyewa, dan lain-lain.

- Piutang lain-lain (other receivable), yaitu tagihan perusahaan pada pihak lain yang timbul bukan dari aktivitas utamanya. Contohnya, perusahaan memberi pinjaman kepada perusahaan lain selama beberapa hari.

- Pembayaran uang muka (down payment), termasuk uang tanda jadi dalam rangka membeli sesuatu.


b. Investasi (Investment)

Investasi adalah bentuk penyertaan jangka panjang atau yang dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain. Beberapa contoh transaksi yang termasuk golongan ini :

- Perusahaan membeli saham perusahaan lain dengan tujuan meningkatkan daya saing jangka panjang. Misalnya, perusahaan manufaktur pakaian jadi membeli saham perusahaan manufaktur kain yang merupakan pemasok kain garment yang bersangkutan.

- Perusahaan membeli obligasi jangka panjang dengan maksud menahannya sampai saat jatuh tempo.


c. Aktiva Tetap (Fixed Asset)

Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Beberapa komponen yang paling banyak ditemukan :

- Tanah (land).

- Bangunan (building) yang telah siap dan atau sedang dipergunakan.

- Mesin-mesin (machineries) yang telah siap dan atau sedang dipergunakan.

- Peralatan (equipment).

- Kendaraan (vehicle).

Kecuali tanah, semua aktiva tetap akan disusutkan menurut metode tertentu. Alasannya, setiap aktiva memiliki nilai ekonomis tertentu (terbatas). Misalnya, perusahaan membeli mobil. Setelah beberapa tahun mobil tersebut tidak akan dipakai lagi. Untuk itu, dianggap bahwa nilai mobil setelah sekian waktu di masa mendatang, tidak sebesar pada saat pembelian. Pengurangan itu dinamakan penyusutan atau depresiasi. Karena tanah dianggap tidak memiliki batas waktu nilai ekonomis, maka tanah tidak disusutkan. Biaya penyusutan ini dicatat dalam Laporan Laba/Rugi sebagai pengurang faktor laba perusahaan.


d. Aktiva Tidak Berwujud (Intangible Asset)

Aktiva tidak berwujud adalah aktiva tidak lancar (non-current asset) dan tidak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya. Contohnya hak paten, hak cipta, merk dagang, dan lain-lain. Aktiva ini akan diamortisasikan untuk jangka waktu tertentu. Amortisasi sama dengan penyusutan. Istilah amortisasi ini dipakai untuk penyusutan aktiva di luar aktiva tetap, seperti aktiva lain-lain dan aktiva tidak berwujud.


e. Aktiva Lain-lain (Other Asset)

Aktiva lain-lain adalah aktiva yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu kategori di atas. Beberapa komponen dari pos ini yaitu :

- Biaya pra-operasi (pre-operating expenses), yaitu biaya yang dikeluarkan sebelum perusahaan menjalankan operasi secara komersial.

- Bangunan yang masih dalam penyelesaian, yaitu bangunan yang pengerjaannya belum selesai 100% pada saat neraca disusun.

- Mesin dalam instalasi, yaitu mesin-mesin produksi yang belum selesai dipasang.

- Aktiva lain yang tidak dipakai dalam operasi normal perusahaan.

- Piutang pemegang saham, yaitu tagihan perusahaan kepada pemegang saham.

- Piutang karyawan, yaitu tagihan perusahaan kepada karyawannya. Misalnya, perusahaan memberikan kredit karyawan untuk pembelian motor, dan lain-lain.


Kewajiban (Lialibilities)

Kewajiban adalah hutang yang harus dilunasi perusahaan. Komponen kewajiban adalah sebagai berikut :

a. Kewajiban Lancar (Current Lialibilities)

Kewajiban lancar adalah hutang-hutang yang harus segera dilunasi oleh perusahaan dalam jangka waktu 12 bulan ke depan. Beberapa komponen yang banyak ditemukan dalam kategori ini :

- Pinjaman jangka pendek dari bank (short term debt - bank), yaitu baki debet perusahaan pada bank yang memiliki jangka waktu maksimum satu tahun.

- Hutang dagang (account payable), yaitu hutang perusahaan pada pihak lain yang timbul akibat adanya transaksi yang berkaitan dengan bisnis utamanya. Hutang dagang tidak lain adalah kredit yang diperoleh perusahaan dari supplier. Hutang yang diperoleh dari pihak lain, misalnya pemegang saham tidak dicatat sebagai hutang dagang.

- Hutang pajak (tax payable), yaitu pajak yang masih harus dibayar oleh perusahaan. Hutang pajak ini bisa bermacam-macam, misalnya hutang PPN.

- Biaya-biaya yang masih harus dibayar (accrual expenses), yaitu pengeluaran yang telah diakui sebagai biaya tetapi belum dibayar tunai.

- Bagian dari hutang jangka panjang yang jatuh tempo (current portion of long term debt), yaitu bagian dari hutang jangka panjang perusahaan yang harus dilunasi dalam satu tahun ke depan. Dengan kata lain, ini adalah bagian dari hutang jangka panjang yang berubah menjadi hutang jangka pendek.

- Uang muka yang diterima oleh perusahaan dari pelanggannya. Misalnya, perusahaan menerima setoran jaminan atau tanda jadi dari para pelanggan.

- Hutang lain-lain (other payable), yaitu hutang jangka pendek perusahaan yang timbul bukan dari transaksi bisnis. Misalnya, perusahaan meminjam uang kepada mitra bisnisnya untuk jangka waktu 1 bulan.


b. Kewajiban Jangka Panjang (Long Term Lialibilities / Debt)

Kewajiban jangka panjang adalah hutang-hutang yang jatuh tempo di atas satu tahun. Contoh, pinjaman jangka panjang dari bank setelah dikurangi dengan bagian yang jatuh tempo pada tahun yang berlangsung.


c. Kewajiban Lain-lain (Other Lialibilities)

Kewajiban lain-lain adalah kewajiban yang tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang. Contoh, uang muka jaminan jangka panjang yang diterima dari pelanggan, hutang pada pemegang saham yang tidak memiliki jangka waktu tertentu, dan lain-lain.


d. Kewajiban Subordinasi (Subordinated Loan)

Hutang subordinasi adalah pinjaman yang diperoleh perusahaan berdasarkan suatu perjanjian subordinasi. Pinjaman ini baru dapat dibayar kembali apabila perusahaan telah melunasi hutang-hutang lainnya. Dengan kata lain, hutang subordinasi ini memiliki prioritas yang lebih rendah dibandingkan dengan hutang lainnya.


Modal Sendiri atau Ekuitas (Equity)

Komponen terakhir dari neraca adalah modal sendiri atau ekuitas yaitu selisih aktiva dengan kewajiban (hutang). Modal tidak lain adalah investasi yang dilakukan oleh pemilik perusahaan. Komponen modal adalah sebagai berikut :

a. Modal Saham (Capital Stock)

Modal saham adalah jumlah saham yang disetor oleh para pemegang saham. 


b. Agio Saham (Surplus/Premium)

Untuk perusahaan yang telah go-public (menjual saham ke masyarakat melalui bursa saham), pos ini sering muncul. Agio saham merupakan selisih antara nilai nominal saham dengan nilai jual saham tersebut pada saat penjualan perdana.


c. Laba Ditahan (Retained Earning)

Laba ditahan adalah bagian dari laba yang tidak dibagi kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen tunai. Pos ini selalu merupakan akumulasi dari sisa laba yang tidak dibagi selama perusahaan beroperasi.


d. Laba Tahun Berjalan (Profit of Current Year)

Laba tahun berjalan menunjukkan jumlah laba bersih setelah pajak yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan. Seringkali, pos laba tahun berjalan ini digabungkan dengan laba ditahan.


e. Selisih Penilaian Kembali Aktiva Tetap atau Revaluasi Aktiva

Selisih penilaian kembali aktiva tetap adalah keuntungan atau kerugian yang diperoleh sebagai akibat dari diadakannya revaluasi (penilaian kembali) aktiva perusahaan. Pada dasarnya penilaian kembali atau revaluasi aktiva ini tidak diperkenankan karena akutansi menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan. Perusahaan yang melakukan revaluasi harus mengikuti ketentuan pemerintah yang mengatur secara khusus mengenai hal ini. Dampak utama yang menjadi pertimbangan adalah konsekuensi perpajakan yang timbul akibat revaluasi ini.


Sumber  :

Jusuf, Jopie. 2017. Analisis Kredit Untuk Credit (Account) Officer. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Sunday, October 16, 2022

ANALISIS RASIO KEUANGAN

Jika diketahui pada Laporan Keuangan Tahun 2021 (dalam jutaan rupiah) sebagai berikut.

Secara umum, rasio keuangan dapat dibagi menjadi lima golongan sebagai berikut.

a. Rasio Likuiditas 

Rasio likuiditas yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio yang paling banyak dipakai untuk mengukur likuiditas adalah Current Ratio. Rasio ini menunjukkan "jaminan" yang diberikan oleh aktiva lancar untuk membayar seluruh kewajiban lancar.

Filosofinya, aktiva lancar adalah aktiva yang dapat dikonversi menjadi uang tunai dalam waktu satu tahun. Bila perusahaan memiliki aktiva lancar lebih besar dari kewajiban lancarnya, maka dinilai mampu melunasi seluruh kewajiban tersebut karena sama-sama memiliki jangka waktu satu tahun.

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Aktiva Lancar Rp 7.327 dan Kewajiban Lancar Rp 4.948, maka untuk nilai Current Ratio dapat dihitung :

Rasio di atas menunjukkan bahwa setiap Rp 1 kewajiban lancar dijamin oleh Rp 1,48 aktiva lancar. Suatu perusahaan adalah likuid apabila Current Ratio > 1.  Likuiditas (tingkat kemudahan konversi menjadi uang tunai) aktiva lancar ini tergantung pada beberapa hal. Pertama, komposisi dari pos tunai (cash) dan pos surat-surat berharga (marketable securities) dibandingkan dengan aktiva lancar secara total. Semakin besar komposisi pos ini berarti semakin likuid suatu perusahaan. Selain Current Ratio, sering juga dipergunakan cash ratio untuk mengukur jaminan yang diberikan oleh pos tunai dan surat-surat berharga terhadap kewajiban lancar.

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Kas dan Bank Rp 19 dan Surat-surat Berharga Rp 0, maka untuk nilai Cash Ratio dapat dihitung :

Rasio di atas menunjukkan bahwa setiap Rp 1 kewajiban lancar dijamin pembayrannya oleh Rp 0,004 dana tunai yang ada pada perusahaan. Pada Laporan Keuangan terdapat Investasi Saham Rp 38 tidak dihitung sebagai surat-surat berharga. Hal itu disebabkan oleh karena tujuan investasi adalah jangka panjang.

Kedua, kualitas piutang dagang (account receivable) dan komposisinya terhadap total aktiva lancar. Bila seluruh piutang dagang dapat tertagih tepat waktu dan memiliki jangka waktu yang relatif pendek, maka perusahaan lebih likuid. Ketiga, kualitas dan komposisi dari persediaan barang (inventory). Dua pos terbesar dari aktiva lancar umunya adalah persediaan barang dan piutang dagang. Jika persediaan adalah fast moving item (barang yang berputar dengan cepat), likuiditas akan lebih baik dibandingkan slow moving item (barang yang berputar dengan lamban). Dengan demikian, pos inventory sangat memengaruhi likuiditas perusahaan. Sehubungan dengan hal di atas, dalam perhitungan rasio likuiditas, seringkali persediaan barang dikeluarkan dari kalkulasi Current Ratio. Rasio ini disebut Quick Ratio (Acid Test Ratio).

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Persediaan Rp 2.643, maka untuk nilai Quick Ratio dapat dihitung :

Artinya, di luar persediaan barang yang mungkin masih jauh dari tunai, setiap Rp 1 kewajiban lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0,95.


b. Rasio Leverage

Rasio leverage, yaitu rasio yang menunjukkan komposisi sumber dana perusahaan, terutama hutang. Rasio ini juga menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman (kreditor), termasuk bank. Rasio yang digunakan untuk menghitung leverage perusahaan adalah DER (Debt to Equity Ratio), yaitu perbandingan antara total kewajiban (total hutang) dengan total modal sendiri (equity). Rasio ini menunjukkan jaminan yang diberikan modal sendiri atas hutang-hutang yang diterima perusahaan. Rasio ini juga dapat dibaca sebagai perbandingan antara dana pihak luar dengan dana pemilik perusahaan yang dimasukkan ke perusahaan.

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Total Kewajiban (Passiva) Rp 4.949 dan Total Modal (Equity) Rp 7.323, maka untuk nilai DER dapat dihitung :

Artinya, pihak luar (kreditor) menempatkan dana Rp 0,68 atas setiap Rp 1 modal yang dikeluarkan oleh pemilik perusahaan. Dengan kata lain, bisnis ini lebih banyak dibiayai oleh modal sendiri dibandingkan dengan hutang. Pada contoh di atas, total kewajiban adalah sama dengan kewajiban lancar. Itu sebuah kebetulan saja. Bila perusahaan juga memiliki kewajiban jangka panjang, maka seluruh kewajiban harus disertakan dalam perhitungan DER. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi rasio DER, semakin besar risiko kreditor. DER > 1 menunjukkan bahwa sumber pembiayaan aktiva perusahaan lebih banyak berasal dari hutang dibandingkan dengan modal sendiri.


c. Rasio Coverage

Rasio coverage, yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban kreditnya dengan sumber dana yang diperoleh dari bisnis. Dalam mengukur tingkat keamanan bank dalam pemberian kredit, rasio yang banyak digunakan adalah Times Interest Earned Ratio atau EBIT Coverage Ratio (Earning Before Interest and Taxed Coverage Ratio). Rasio ini mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk membayar bunga pinjaman.

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Laba Sebelum Bunga dan Pajak Rp 2.458 (Laba Opersiaonal Rp 2.447 + Pendapatan Lain-lain Rp 11) dan Biaya Bunga (Biaya Lain-lain) Rp 691, maka untuk nilai EBIT Coverage Ratio dapat dihitung :

Hal ini menujukkan bahwa setiap Rp 1 biaya (beban) bunga pinjaman dijamin oleh 356% pendapatan operasional atau sebesar Rp 3,56. Kemampuan membayar biaya bunga dihitung dari laba bersih sebelum pajak karena beban bunga merupakan salah satu komponen pengurang pajak penghasilan.


d. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan dan efektivitas manajemen mengelola sumber daya yang dimilikinya. Yang pertama adalah Collection Period atau Account Receivable Turnover (Perputaran Piutang Dagang) dalam jumlah hari.

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Penjualan Rp 17.559 dan Piutang Dagang Rp 4.586, maka untuk nilai Account Receivable Turnover dapat dihitung :

Yang kedua adalah Inventory Turnover (Perputaran Persediaan Barang) dalam jumlah hari.

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Harga Pokok Penjualan Rp 14.284 dan Persediaan Barang Rp 2.643, maka untuk nilai Inventory Turnover dapat dihitung :

Yang ketiga adalah Account Payable Turnover (Perputaran Hutang Usaha) dalam jumlah hari.

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Harga Pokok Penjualan Rp 14.284 dan Hutang Dagang Rp 1.939, maka untuk nilai Account Payable Turnover dapat dihitung :


e. Rasio Rentabilitas

Rasio rentabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan mencetak laba. Bagi para pemegang saham (pemilik perusahaan), rasio ini menunjukkan tingkat penghasilan mereka dalam investasi. Rasio pertama adalah Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor). Rasio ini menunjukkan persentase keuntungan yang diperoleh dari penjualan.

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Penjualan Rp 17.559 dan Laba Kotor Rp 3.275, maka untuk nilai Gross Profit Margin dapat dihitung :

Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1 penjualan yang dilakukan, perusahaan memperoleh laba kotor sebesar 18,65% atau Rp 0,1865. Bila Gross Profit Margin negatif, perusahaan mengalami kerugian dari bisnis usahanya. Beberapa kemungkinan Gross Profit Margin negatif yaitu karena perusahaan masih baru mulai beroperasi atau baru didirikan atau yang paling berbahaya adalah bila perusahaan memang tidak mampu menjual dengan harga yang lebih tinggi dari harga pokoknya.

Rasio kedua adalah Net Profit Margin (Margin Laba Bersih) yaitu tingkat keuntungan yang diperoleh dari bisnis setelah mengurangi penjualan dengan segala biaya.

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Penjualan Rp 17.559 dan Laba Bersih Rp 1.767, maka untuk nilai Net Profit Margin dapat dihitung :

Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1 penjualan bersih, perusahaan memperoleh laba bersih sebesar 10,06% atau Rp 0,1006. Bila Gross Profit Margin menunjukkan apakah perusahaan mencetak laba dengan membuat produk (menyelenggarakan jasa), sedangkan Net Profit Margin menunjukkan efisiensi perusahaan dalam mengelola bisnisnya.

Rasio pengukur tingkat keuntungan lainnya adalah Return on Investment (ROI) atau yang biasa dikenal juga dengan istilah Return on Asset (ROA). Rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian dari bisnis atau seluruh investasi yang telah dilakukan. Dengan bahasa lebih sederhana, menunjukkan laba yang diperoleh atas setiap Rp 1 investasi yang dilakukan.

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Laba Bersih Rp 1.767 dan Total Aktiva Rp 12.271, maka untuk nilai ROA dapat dihitung :

Hal ini menunjukkan bahwa atas setiap Rp 1 investasi, perusahaan memperoleh laba sebesar Rp 0,1444 atau 14,40%.

Rasio terakhir adalah Return on Equity (ROE) atau tingkat pengembalian modal. Rasio ini mengukur besar pengembalian yang diperoleh pemilik bisnis (pemegang saham) atas modal yang disetorkan untuk bisnis tersebut. ROE merupakan indikator yang tepat untuk mengukur keberhasilan bisnis "memperkaya" pemegang sahamnya.

Pada Laporan Keuangan di atas adalah Laba Bersih Rp 1.767 dan Total Ekuitas Rp 7.323, maka untuk nilai ROE dapat dihitung :

Hal ini menunjukkan bahwa atas setiap Rp 1 modal disetor pemegang saham, bisnis memberikan tingkat pengembalian sebesar Rp 0,2413 atau 24,13%.


Sumber  :

Jusuf, Jopie. 2017. Analisis Kredit Untuk Credit (Account) Officer. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Monday, October 10, 2022

PRINSIP DASAR PEMBERIAN KREDIT

Prinsip Dasar Pemberian Kredit

1. Karakter debitur harus menjadi pertimbangan pertama. Bila ada keraguan akan integritas dan itikad debitur, tidak perlu bersusah payah melakukan analisis yang lainnya. Tolak tegas proposal yang diajukannya dan jangan pernah memberikan kredit kepada mereka. Memang mengukur karakter adalah pekerjaan yang paling sulit. Untuk itu, jangan bosan melakukan trade checking dan bank checking.


2. Kualitas kredit lebih penting dibanding kuantitas. Prinsip ini perlu dicamkan dengan baik. Jangan mengesampingkan kualitas kredit hanya demi mengejar target yang belum tercapai. Ingatlah nasehat yang diberikan oleh bankir-bankir senior : ''Any fool can lend money, but it takes a lot of skill to get it back.''


3. Ingatlah bahwa bad loans are made in good times. Pesan yang ingin disampaikan adalah tetaplah berhati-hati dalam kondisi bank yang sedang dalam posisi kelebihan likuiditas karena pada umumnya manajemen akan memberikan target yang lebih tinggi terhadap pelemparan kredit.


4. Harus melakukan antisipasi, bukan reaksi. Implementasinya, lakukan pemantauan kredit yang diberikan secara terus menerus. Setiap perubahan yang terjadi di lingkungan debitur harus diperhatikan. Bagi penjual mobil misalnya, begitu mobil terjual maka hubungannya dengan pembeli tidak akan seintensif seperti pada saat melakukan pendekatan. Hal ini berbeda dengan bank. Begitu anda melempar kredit kepada nasabah, justru hubungan harus semakin ditingkatkan agar dapat terus mengetahui perkembangan debitur. Hubungan ini harus terus dijaga selama kredit tersebut belum lunas.


5. Dalam penyusunan cashflow dan proforma statement, sandaran utama adalah asumsi. Ingat bahwa asumsi tidak lebih dari suatu kondisi yang ditetapkan (berdasarkan berbagai pertimbangan). Kondisi tersebut belum tentu terjadi. Dalam penyusunan asumsi, umumnya debitur memiliki gambaran yang optimis. Bila tidak, mereka tidak akan terjun di bisnis tersebut dan mengajukan kredit. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis, asumsi yang disusun debitur harus dievaluasi ulang. Lakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui pengaruh berbagai variabel terhadap masa depan perusahaan dan kondisi keuangannya.


6. Setiap kredit harus memiliki minimal dua jalan keluar yang tidak berhubungan sama sekali. Dan keduanya harus telah ada sejak awal. Jalan keluar yang pertama adalah cashflow. Ini terjadi bila seluruh transaksi berjalan seperti yang diinginkan. Cara kedua inilah yang disebut jalan keluar kedua jika jalan pertama yang diharapkan tidak terjadi. Tidak lain adalah jaminan atau agunan kredit. Jalur keluar ketiga adalah jaminan dari pihak lain, misalnya Personal Guarantee (jaminan pribadi) atau Corporate Guarantee (jaminan perusahaan).


7. Jaminan atau agunan bukanlah pengganti karakter dan atau pembayaran. Jangan pernah mengatakan bahwa karena jaminan bagus, maka kredit dicairkan saja, walaupun tahu bahwa itikad debitur tidak bagus. Demikian halnya kredit tidak boleh dilakukan dengan alasan jaminan yang bagus, padahal dalam perhitungan cashflow diperoleh hasil bahwa debitur tidak akan mampu membayar kewajiban. Jaminan harus dipandang sebagai jalan keluar terakhir, yaitu jalan yang ditempuh dengan terpaksa.


8. Keputusan kredit bersifat personal. Tak seorang pun dapat memaksakan rekomendasi atau keputusan kredit yang anda ambil. Pergunakan penilaian anda. Bila anda merasa tidak tenang memberikan kepada debitur tertentu, batalkan saja. Bila anda belum merasa yakin, tangguhkan. Lakukan kembali evaluasi dan analisis proposal yang telah disusun, atau diskusikan kembali berbagai hal yang masih meragukan kepada debitur. Jangan lupa untuk menggunakan penilaian pribadi (personal judgement). Terkadang memang terasa aneh, tetapi harus mengembangkan intuisi terhadap suatu proposal.


9. Letakkan bank pada prioritas utama. Ingat bahwa anda bekerja untuk bank, bukan untuk debitur atau pemohon kredit. 


10. Risiko kredit meningkat setiap terjadi pelanggaran prinsip-prinsip pemberian kredit. Langkah-langkah yang dilalui dalam pemrosesan kredit pada hakekatnya merupan semacam proses seleksi. Hanya proposal yang berhasil melewati proses tersebut yang layak dibiayai.


Sumber  :

Jusuf, Jopie. 2017. Analisis Kredit Untuk Credit (Account) Officer. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Tuesday, October 04, 2022

MENGHITUNG KEBUTUHAN MODAL KERJA PERUSAHAAN

Modal kerja merupakan suatu unsur yang penting bagi perusahaan karena tanpa adanya modal kerja maka perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan dananya untuk menjalankan aktivitas usaha.


Contoh 1 :

Jika diketahui pada Laporan Keuangan Neraca Perusahaan per Juni sebagai berikut.

Piutang Usaha (Account Receivable / AR) : Rp 107.126.143.237

Persediaan (Inventory / I) : Rp 187.353.921.904

Hutang Usaha (Account Payable / AP) : Rp 46.155.274.093


Jika diketahui pada Laporan Keuangan Laba Rugi Perusahaan per Juni sebagai berikut.

Pendapatan (Sales) : Rp 484.821.999.976

Harga Pokok Penjualan  (COGS) : Rp 434.544.458.748

Beban Operasional (Opex) : Rp 21.827.394.958


Maka, untuk mengitung kebutuhan modal kerja perusahaan yaitu sebagai berikut.

1. Metode A

Kebutuhan Modal Kerja = Piutang Usaha + Persediaan - Hutang Usaha

Kebutuhan Modal Kerja = Rp 107.126.143.237 + Rp 187.353.921.904 - Rp 46.155.274.093

Kebutuhan Modal Kerja = Rp 248.324.791.048


2. Metode B

Account Receivable Turnover (ART) = (AR / Sales) x (365 x 6/12) --> dikali 6/12 (Laporan Keuangan per Juni)

Account Receivable Turnover (ART) = (Rp 107.126.143.237 / Rp 484.821.999.976) x (365 x 6/12)

Account Receivable Turnover (ART) = 40,33 Hari


Inventory Turnover (IT) = (Inventory / COGS) x (365 x 6/12) --> dikali 6/12 (Laporan Keuangan per Juni)

Inventory Turnover (IT) = (Rp 187.353.921.904 / Rp 434.544.458.748) x (365 x 6/12)

Inventory Turnover (IT) = 78,68 Hari


Account Payable Turnover (APT) = (AP / COGS) x (365 x 6/12) --> dikali 6/12 (Laporan Keuangan per Juni)

Account Payable Turnover (APT) = (Rp 46.155.274.093 / Rp 434.544.458.748) x (365 x 6/12)

Account Payable Turnover (APT) = 19,38 Hari


Kebutuhan Modal Kerja = [(ART + IT - APT) /30 ] x (COGS / 6) --> dibagi 6 (Laporan Keuangan per Juni)

Kebutuhan Modal Kerja = [(40,33 + 78,68 - 19,38) / 30] x (Rp 434.544.458.748 / 6)

Kebutuhan Modal Kerja = (3,33) x (Rp 72.424.076.458)

Kebutuhan Modal Kerja = Rp 241.172.174.605


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Contoh 2 :

Jika diketahui pada Laporan Keuangan Neraca Perusahaan per Desember sebagai berikut.

Piutang Usaha (Account Receivable / AR) : Rp 114.392.231.864

Persediaan (Inventory / I) : Rp 11.801.359.941

Hutang Usaha (Account Payable / AP) : Rp 4.079.327.142


Jika diketahui pada Laporan Keuangan Laba Rugi Perusahaan per Desember sebagai berikut.

Pendapatan (Sales) : Rp 1.389.331.929.729

Harga Pokok Penjualan  (COGS) : Rp 1.238.883.123.482

Beban Operasional (Opex) : Rp 94.942.487.133


Maka, untuk mengitung kebutuhan modal kerja perusahaan yaitu sebagai berikut.

1. Metode A

Kebutuhan Modal Kerja = Piutang Usaha + Persediaan - Hutang Usaha

Kebutuhan Modal Kerja = Rp 114.392.231.864 + Rp 11.801.359.941 - Rp 4.079.327.142

Kebutuhan Modal Kerja = Rp 122.114.264.663


2. Metode B

Account Receivable Turnover (ART) = (AR / Sales) x (365) 

Account Receivable Turnover (ART) = (Rp 114.392.231.864 / Rp 1.389.331.929.729) x (365)

Account Receivable Turnover (ART) = 30,05 Hari


Inventory Turnover (IT) = (Inventory / COGS) x (365)

Inventory Turnover (IT) = (Rp 11.801.359.941 / Rp 1.238.883.123.482) x (365)

Inventory Turnover (IT) = 3,48 Hari


Account Payable Turnover (APT) = (AP / COGS) x (365)

Account Payable Turnover (APT) = (Rp 4.079.327.142 / Rp 1.238.883.123.482) x (365)

Account Payable Turnover (APT) = 1,20 Hari


Kebutuhan Modal Kerja = [(ART + IT - APT) /30 ] x (COGS / 12)

Kebutuhan Modal Kerja = [(30,05 + 3,48 - 1,20) / 30] x (Rp 1.238.883.123.482 / 12)

Kebutuhan Modal Kerja = (1,08) x (Rp 103.240.260.290)

Kebutuhan Modal Kerja = Rp 111.499.481.113