Saturday, August 23, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 58)

In Between Stillness

Wedhar Riyadi menggelar pameran tunggal bertajuk In Between Stillness di Ara Contemporary, Jakarta, pada tanggal 16 Agustus hingga 14 September 2025. Pameran ini menampilkan seri terbarunya, Tabletop Diaries. Dengan semangat merayakan sisi-sisi kehidupan manusia yang terabaikan dan biasa saja, yang muncul dari pengamatannya yang tenang selama isolasi pandemi, Riyadi melukis susunan benda-benda mati, menggemakan tradisi lukisan still life, tetapi benda-benda yang ia gambarkan merupakan replika tanah liat. 

“Ini merupakan pameran pertama saya di Jakarta setelah yang terakhir 14 tahun yang lalu. Karya seni ini merupakan hasil observasi saya selama masa pandemi yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Karena itu karya patung instalasi dan lukisan saya ini berhubungan dengan apa yang saya lihat sehari-hari, benda-benda rumahan,” tutur Wedhar, mengawali penjelasannya kepada media, Jumat (15/8/2025). 

Reproduksi ini tidak dimaksudkan untuk direplikasi; melainkan direduksi menjadi monokrom tanpa label atau karakteristik apa pun, yang memungkinkan benda-benda tersebut mengungkapkan maknanya melalui penikmatnya dengan mencerminkan prinsip spiritual bahwa makna muncul dalam keheningan dan kekosongan. Tabletop Diaries melanjutkan eksplorasi Riyadi yang berkelanjutan terhadap konteks-konteks yang saling bertentangan dalam satu komposisi tunggal, yakni alam dan buatan, di mana, dalam karya-karya sebelumnya, ia melukis potret-potret yang dihiasi unsur-unsur karakter lucu. Secara tradisional, lukisan still life mengungkap kefanaan eksistensi manusia melalui kefanaan objek-objek seperti buah yang digigit, bunga yang layu, dan rangkaian bunga buatan manusia. Demikian pula, dalam karya-karya Riyadi, jejak kehadiran manusia terasa pada permukaan-permukaan tanah liat yang terjepit. 

Jejak sentuhan, keausan, noda, goresan, dan patina menjadi lapisan sejarah, penanda bahwa benda-benda ini pernah hidup. Tanah liat, atau dalam hal ini tanah, telah lama melambangkan penciptaan sekaligus akhir kehidupan. Kecemerlangan latar belakang dan pencahayaan yang menyilaukan menghadirkan kesan artifisial. Ketegangan antara alam dan sintetis, yang hidup berdampingan dalam satu komposisi, mengajak kita untuk mempertimbangkan apakah kita secara naluriah lebih mengutamakan alam daripada buatan manusia, atau mungkin sebaliknya. 

“Mengapa saya mereplikasikan benda-benda yang ada di rumah dengan tanah liat, karena merupakan medium yang mewakili manusia. Medium yang sifatnya sensitif, juga merekam lingkungan sekitar kita, ada bekasnya, ada keausannya, dia juga lunak seperti tubuh manusia, sekaligus rentan. Selain itu, cara melukis saya pakai metode still life jadi antara seniman dengan objeknya saling berhadapan, sehiingga ada koneksi,” jelasnya. Seri terbarunya, Tabletop Diaries, menggambarkan susunan benda-benda rumah tangga yang terbuat dari tanah liat, merujuk pada lukisan still-life abad ke-16, yang sering kali mengeksplorasi tema-tema kehidupan dan perjalanan waktu, serta kaitan tanah liat atau tanah dengan asal-usul dan akhir kehidupan manusia.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 19 Agustus 2025.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

No comments:

Post a Comment