Fragmentasi Popular-Unpopular
Awal Agustus 2025, sebuah berita yang cukup konyol menyeruak di laman-laman media sosial Indonesia di tengah ramainya berita soal logo perayaan kemerdekaan yang jelek, pemberian abolisi dan amnesti, jurusan filsafat mesti dihapus, dan berita- berita romansa hidup selebritas. Berita tersebut berpusat pada maraknya seruan mengibarkan bendera Jolly Roger, atau bendera bajak laut Topi Jerami dari anime One Piece. Seruan dan juga tindakan pengibaran dirumah-rumah dan kendaraan menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia. Banyak warga yang menafsirkan bendera tersebut sebagai protes simbolis-pencarian kebebasan dan keadilan terhadap korupsi yang dirasakan,yang mencerminkan tema salah satu manga dan anime terpopuler didunia tersebut.
Yang konyol di luar soal One Piece sendiri juga adalah sedemikian cepatnya berita tersebut merebak dan menjadi populer--mungkin membuat kita sendiri lupa dengan banyak berita lain yang bisa berdampak lebih serius terhadap kehidupan bernegara. Soal ini memang tidak hanya sekadar tingkah laku iseng warga +62, tetapi juga menjadi pengingat bahwa sebagian besar opini dan perhatian kita masih dikendalikan oleh tangan-tangan tak terlihat melalui algoritma berita di media sosial. Fenomena ini mungkin bisa menjadi mikrokosmos yang sempurna bagi kondisi kontemporer kita dan merupakan pintu masuk yang penting ke dalam pameran 'Fragmentasi Popular - Unpopular' yang menjadi tema Pameran Gorta 2025 kali ini.
Dalam payung kuratorial, pameran ini memang menawarkan pembacaan yang luas atas tanggapan perupa terhadap situasi masyarakat di tengah luber informasi serta pemahaman akan kebenaran yang hakiki. Tim kurator berupaya untuk menafsir situasi sosial di era paskainternet untuk mengungkapkan bagaimana batas antara hiburan dan pidato politik telah kabur, dan bagaimana simbol fiksi dapat membawa lebih banyak kebenaran yang dirasakan daripada narasi resmi negara, lewat tangan-tangan kreatif seniman Jakarta. Bendera bajak laut menunjukkan sebuah dunia di mana 'kebenaran pribadi', yang ditempa dari kecintaan bersama terhadap sebuah gagasan fiksi-sebuah bentuk kreatif, dapat secara langsung menantang otoritas pemerintah.
Soal bajak laut fiksi di atas dapat membeberkan pertanyaan-pertanyaan penting dalam pameran ini. Bagaimana realitas kita dibangun, dan apa yang terjadi ketika alat yang dimaksudkan untuk menghubungkan kita juga digunakan untuk mengendalikan kita? Merebaknya berita populer secara cepat dan masif tersebut memperlihatkan persoalan kompleks dalam peta kekuasaan yang lebih besar, yang dimulai dari gawai pribadi kita. Saat ini kita semua hidup di dalam apa yang disebut El Pariser sebagai "gelembung filter", sebuah alam semesta informasi yang tak terlihat yang terasa bebas namun sebenarnya dikurasi dengan cermat oleh algoritrma komputer untuk membuat kita tetap terhubung.
Akan tetapi, gelembung pribadi ini bukan hanya fitur netral dari teknologi. Meminjam pemikiran Ulises A, Mejias dan Nick Couldry, situasi ini adalah titik akhir dari sebuah sistem "kolonialisme data"-ekstraksi perhatian dan pengalaman manusia yang sangat besar dan tidak merata untuk mendapatkan keuntungan dan kontrol sosial. Di titk inilah fragmentasi hidup berdasarkan parameter-parameter tertentu dibuat untuk mengendalikan kita. Sebuah sistem di mana realitas hidup kita secara diam-diam dibentuk oleh otoritas yang kuat dan tak terlihat.
Di tengah lanskap realitas yang terfragmentasi dan arus informasi yang terkontrol ini, di manakah posisi seorang perupa? Mungkin sama seperti warga yang mengibarkan bendera bajak laut perupa dapat menjadi bajak laut, menavigasi dunia dimana setiap simbol bisa punya makna yang sangat kuat dan setiap gambar dapat dibaca secara politis. Di titik ini, perupa dihadapkan pada sebuah pilihan mendasar: mengikuti arus populer dan menciptakan karya yang memperkuat sistem algoritma yang mulus dan dapat diprediksi, atau memilih jalur non-populer, menjadi sebuah glitch-sebuah gangguan yang mungkin dapat menggoyang otoritas yang berjalan secara tersembunyi.
Strategi pertama adalah strategi penyelarasan, perupa yang mengikuti arus populer akan menciptakan karya yang berkembang dalam parameter platform digital, ataupun memilih medium dan subyek yang populer. Karya tersebut seringkali langsung terlihat, mudah dipahami, dan terstruktur untuk didistribusikan di sosial media secara maksimal. Strategi kedua- strategi melawan arus. Melawan di sini dapat diartikan sebagai pilihan artistik yang menjauhi teknik, medium, atau subjek yang populer. Tentu ada risiko ketika memilih pendekatan semacam ini, sebab karyanya mungkin tidak dapat dipahami secara mudah. Kendati demikian, kedua strategi pembacaan ini tidak serta-merta memberikan jawaban kepada kita. Alih-alih, kedua strategi ini mendorong kita untuk merenung sejenak, mengundang untuk mempertimbangkan perbedaan antara apa yang kita lihat dan apa yang sebenarnya ada di sana.
Dengan menjembatani dunia "populer" dan "tidak populer', para perupa dalam pameran ini menyusun ulang hal-hal yang menurut mereka penting untuk diutarakan; penting untuk disuarakan ke luar dari gelembung masing-masing. Karya-karya yang ditawarkan dalam pameran ini tidak menawarkan satu kebenaran alternatif. Sebaliknya, mereka menumbuhkan disposisi kesadaran kritis, mendorong kita untuk secara aktif mempertanyakan, mencari kompleksitas, dan menjadi individu yang lebh sadar akan realitas kita sendiri.
Perlawanan simbolis dari bendera One Piece beberapa waktu lalu adalah letusan spontan dari dorongan serupa. Di sini, para perupa menyalurkannya dengan maksud yang terfokus. Mereka menyediakan ruang sebagai bentuk pencarian berkelanjutan yang mungkin sulit ditemukan dalam arus kehidupan digital kita yang bergerak cepat "Fragmentasi Popular-Unpopular," dengan demikian, lebih dari sekadar pameran yang harus dilihat, pameran ini merupakan undangan untuk mengambil perspektif yang berbeda. Saat kita menjelajahi ruang pameran ini, kita dapat mempertimbangkan serangkaian pertanyaan penting : Fragmen-fragmen apa saja yang membentuk realitas kita sendiri? Bagian mana yang "populer", yang diberikan kepada kita oleh logika yang tidak terlihat, dan bagian mana yang "tidak populer" yang kita cari sendiri? Dan apa peran perupa dalam lanskap ini- apakah mereka hanya merefleksikan dunia kita yang terpecah-pecah, atau apakah mereka menawarkan alat untuk menyatukannya kembali? Pameran ini berlangsung pada tanggal 14 - 27 Agustus 2025 di TIM.
Saya menghadiri pameran pada tanggal 15 Agustus 2025.
Note :
Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.
No comments:
Post a Comment