Sunday, January 19, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 36)

Liminal Realities

Pameran Seni Rupa Murni "Liminal Realities" adalah sebuah pameran yang memadukan karya seni lukis, grafis, dan patung hasil eksplorasi kreatif para dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Istilah "liminal" berasal dari kata Latin limen yang berarti "ambang" atau "batas". Dalam konteks seni rupa, Liminal Realities digunakan untuk menggambarkan pengalaman estetika, emosional, atau simbolis yang ada di wilayah ambang, tidak sepenuhnya berada di satu sisi atau sisi lainnya.

Liminitas, sebuah konsep yang berasal dari filsafat dan antropologi, merujuk pada keadaan transisi di mana batas-batas tradisional menjadi kabur. Dalam seni, liminitas menawarkan kesempatan bagi seniman untuk mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan tentang identitas, perubahan, dan hubungan. Pameran ini memperlihatkan bagaimana seniman—melalui permainan bentuk, tekstur, dan narasi—mampu membingkai ulang pengalaman sehari-hari menjadi sesuatu yang bermakna. Seni lukis menyajikan lanskap emosional yang kaya, seni grafis menggambarkan detail dan struktur yang mengundang interpretasi, sementara seni patung menawarkan perspektif fisik hubungan manusia dengan alam, menciptakan dialog yang saling melengkapi.

Pameran ini dihadirkan sebagai wadah untuk menelaah ambang batas ruang, waktu, dan kesadaran dimensi-dimensi yang terus berinteraksi dan melahirkan narasi baru. Dalam menggali batasan antara dunia nyata dan ruang liminal—dimensi yang terletak diantara yang nyata dan tidak pasti serta hadir untuk menggambarkan keadaan transisi, perubahan, dan ambiguitas yang seringkali menjadi refleksi dari kehidupan modern. Melalui karya-karya yang dipamerkan sebagai media komunikasi yang menghubungkan seniman dengan para penikmat seni, pemirsa diajak untuk merenungkan berbagai makna keberadaan, pergerakan, dan batasan yang seringkali tidak terlihat, tetapi dapat dirasakan. 

Seniman yang berpartisipasi dalam pameran ini adalah Agoes Salim, Budi Panca Mulia Tobing, Deny Rusanto, Dolorosa Sinaga, Fachriza Jayadimansyah, Firman Lie, Guntur Wibowo, Jimmy Ivan Suhendro, Munadinanur, Supriyanto, Walid Syarthowi Basmalah, dan Wina Luthfiya Ipnayati. Pameran berlangsung pada tanggal 11 - 25 Januari 2025 di D'Gallerie Jakarta. 

Saya menghadiri pameran pada tanggal 13 Januari 2025.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Saturday, January 18, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 35)

Figure A

RUCI Art Space kembali menghadirkan pameran yang menarik, kali ini dengan karya-karya dari Adine Halim, yang lebih dikenal dengan nama Aharimu. Berlangsung mulai 7 Desember 2024 hingga 20 Januari 2025, pameran bertajuk ‘Figure A’ ini merupakan eksplorasi mendalam tentang tubuh manusia, yang dihadirkan bukan hanya sebagai subjek visual, tetapi juga sebagai medium tekstur, komposisi, dan warna yang dinamis, melampaui batasan seni figuratif tradisional.

Dalam karyanya, Aharimu menafsirkan ulang tubuh manusia sebagai bentuk yang terus berubah dan beralih antara keakraban dan ambiguitas. Melalui pendekatan ini, ia mengundang audiens untuk terlibat secara mendalam dengan elemen-elemen seperti warna, tekstur, dan bentuk. Baginya, tubuh manusia adalah ruang transformasi tanpa batas, yang dapat membawa pengalaman visual dan emosional yang lebih mendalam. Kurator Zarani Risjad mengatakan, seteleng ini memang menghadirkan evolusi artistik Aharimu, termasuk pendalamannya terhadap eksplorasi tentang potensi metaforis tubuh. Dalam fase ini, sang seniman berusaha menerjemahkan bentuk-bentuk manusia ke dalam objek-objek fungsional, tapi tetap memberikan emosi di dalamnya.

Pameran ini menghadirkan 25 karya yang mencakup lukisan, gambar, dan patung. Lukisan-lukisan Aharimu didominasi oleh penggunaan cat minyak yang dipadukan dengan teknik eksperimental. Melalui ‘Figure A’ Aharimu menunjukkan bahwa dasar-dasar seni lukis klasik, seperti gambar figur dan lukisan alam benda, tidak harus kaku atau terjebak dalam tradisi. Sebaliknya, ia membebaskan prinsip-prinsip ini untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih fleksibel dan imajinatif. 

Sebagai seniman yang memiliki latar belakang pendidikan seni rupa formal, Aharimu telah menempuh perjalanan kreatif yang panjang. Ia menyelesaikan studinya di Nanyang Academy of Fine Arts Singapura, School of the Art Institute of Chicago, dan Visual Effects di Vancouver Film School. Pengalaman ini memberikan dasar teknis yang kuat sekaligus memperluas wawasannya dalam menciptakan karya seni. Seni, baginya, adalah medium yang mampu menghubungkan orang dari berbagai latar belakang, menciptakan ruang dialog yang terbuka dan inklusif. ‘Figure A’ bukan hanya sekadar pameran seni, tetapi sebuah undangan untuk menyelami tubuh manusia dari perspektif yang segar dan berani. 

Saya menghadiri pameran pada tanggal 13 Januari 2025.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Saturday, December 21, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 34)

Pop Fractal

Lahir dan dibesarkan sebagai orang Bali, Suanjaya Kencut tumbuh dengan rutinitas membuat sesajen, tradisi sesaji khas Bali yang dianggap sakral. Sesajen terbuat dari berbagai elemen, yang masing-masing elemennya memiliki makna tertentu yang berhubungan dengan percakapan atau hubungan yang ingin dicapai dengan Sang Ilahi. Secara sekilas, setiap elemen tampak abstrak. Begitu disusun menjadi sesajen, semuanya menjadi satu kesatuan, seolah-olah setiap elemen saling terhubung, melantunkan doa yang sama. Baik Art dengan senang hati mempersembahkan pameran tunggal Suanjaya Kencut, “Pop Fractal”, yang menyajikan karya tentang bagaimana ia memandang dunia, bagaimana kita terbuat dari potongan-potongan kecil, terpisah dan tersegmentasi. Di sini, sang seniman mencoba secara kiasan menutup jarak, berharap untuk membangun hubungan yang telah lama dirindukan. Pameran berlangsung pada tanggal 14 November 2024 sampai 11 Januari 2025 di Baik Art, Jl Sekolah Duta V No. 35, Jakarta Selatan.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 12 Desember 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Saturday, December 14, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 33)

Filter Too Much Flavour

Ditengah ajakan-ajakan untuk abai, I Wayan Novianto dan Lilik Setyawan memilih untuk tetap bersetia pada rangsang ide yang bernafaskan kepedulian, utamanya mengenai pentingnya ketahanan pangan di tengah masyarakat kita. Keduanya berhasil menyaring banyaknya tawaran rasa dengan melakukan upaya-upaya perawatan kehidupan. Pilihan ini akhirnya menjadi strategi penciptaan karya yang lebih berpihak pada keberlangsungan kehidupan dari pada pilihan untuk menjadi apatis dan egois. Asep Prasetyo dan Dedi Irawan memiliki kehendak yang kuat di tengah godaan untuk pasrah dengan kemajuan. Keduanya memiliki keputusan-keputusan artistik yang menarik dan bersetia pada metode-metode berkarya yang dipercaya dapat menjaga kualitas karyanya. Ini pula adalah usaha menyaring teknologi yang memicu kedangkalan keterampilan di tengah budaya kekaryaan hari ini. Pameran berlangsung pada tanggal 16 November - 15 Desember 2024 dan menjadi pameran penutup Artloka di tahun ini.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 05 Desember 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Saturday, December 07, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 32)

Tidak Berarti Tidak ...

Karya dalam pameran ini "Tidak berarti tidak ... " berasal dari dua masa. Karya-karya Bambang Bujono (Bambu), semuanya berjudul Lukisan dibuat pada tahun 1970an. Sementara karya-karya dari Jeroen Tan Markaban (Tan Markaban), kebanyakan tak berjudul (untitled), dibuat dalam satu dekade terakhir. Kedua pelukis ini akrab dengan gambar, lukisan, dan seni rupa sejak dini. 

Sekilas pandang, lukisan-lukisan dalam pameran ini akan dengan mudah kita sebut abstrak karena kecenderungannya yang tidak serta merta figuratif. Pada beberapa lukisan Tan Markaban, kita masih bisa mengenali tangga, bangunan, atau teks, namun, secara bangunan elemen dalam kanvas, bidang kehadirannya, tidak mengundang kita untuk dapat membacanya secara figuratif. Sementara pada lukisan Bambu, beberapa elemen yang berulang bisa kita kenali sebagai lingkaran, oval, atau persebaran titik. Demikianlah mengapa abstrak jadi sebutan yang 'aman' untuk lukisan-lukisan ini. 

Kembali ke ruang pamer kita kali ini, lukisan Bambu dari tahun 1970an dan lukisan Tan Markaban satu dekade terakhir dipajang bersandingan, berkelindan satu sama lain. Dapatkah kita melepaskan harapan kita akan objek-objek dalam bidang-bidang kanvas ini untuk mewakili atau meniru kenyataan, keseharian ? Perlukah ia mengada (-ada) ? Bilapun kita berhasil tuna harap, apa yang bisa kita rasakan, lampiaskan, atau bawa pulang ? Jika ada, abstrak juga kah ia ? 'Abstrak'-kah ? Atau dapatkah kita menautkannya dengan sesuatu yang berasal dari keseharian kita ? 

Selamat menikmati "Tidak berarti tidak ..." yang berlangsung pada tanggal 30 November 2024 - 17 Desember 2024 di Rubanah Underground Hub. 

Saya menghadiri pameran pada tanggal 05 Desember 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Friday, December 06, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 31)

Versus

Seni adalah medium untuk manusia bermetamorfosis dan bertransformasi. Perubahan adalah sebuah proses yang pasti dan tak terhindarkan. Setiap individu pasti bertransformasi, dipaksa oleh dinamika kehidupan untuk terus berubah. Dalam konteks ini, seni menjadi salah satu cara manusia merefleksikan apa yang terjadi. Melalui seni, seniman dan material yang digunakan saling berkorespondensi untuk menciptakan hal baru. 

Tema "Versus" ini menawarkan sebuah ruang bagi kita untuk melihat bagaimana dua seniman yang memiliki perspektif yang berbeda, bertemu dalam garis tengah, yaitu perubahan. Jowo Faqih dan Dikco Ayudya keduanya menggambarkan sebuah proses perubahan, tidak hanya mereka sebagai seniman tetapi juga karya itu sendiri sebagai hasil dari perubahan yang dialami. 

Dikco Ayudya mengangkat transformasi sebagai respon terhadap lingkungan dan pengalaman bermain game, yang ia jadikan sebagai metafora kehidupan. Karya seperti "Killing Machine" dan "Devotion" menggambarkan proses adaptasi yang cepat dan pengendalian diri, dimana manusia dihadapkan pada tantangan yang memaksa mereka untuk terus berubah. Dikco melihat hidup sebagai permainan yang harus ditamatkan, namun di setiap permainan, ada pelajaran tentang pengorbanan, kesetiaan, dan pencapaian yang harus dihadapi dengan hati penuh. 

Jowo Faqih menampilkan karya yang sangat personal, dimana elemen emosional dan pengalaman hidup membentuk narasi dalam setiap lukisan. Karyanya seperti "Rockmantic" dan "Aim for Heaven" adalah bukti dari pergulatan batin dan transformasi diri. Ia menggambarkan betapa rapuhnya manusia di tengah tuntutan menjadi kuat, serta perjuangan spiritual yang terus menerus dilakukan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Dalam konteks metamorfosa, Jowo memproyeksikan perubahan yang tidak hanya emosional tetapi juga spiritual. Karya seninya adalah manifestasi dari pencarian diri dan pergeseran perspektif yang dialami sepanjang hidup. 

Kedua seniman ini, melalui karya mereka, menciptakan ruang dialog tentang transformasi manusia. Mereka tidak hanya mengeksplorasi perubahan sebagai sesuatu yang terjadi pada diri sendiri, tetapi juga bagaimana seni menjadi medium dalam proses metamorfosa ini. Pameran "Versus" ini mengajak kita untuk menghargai tiap harmoni yang ada dalam setiap perubahan. Dalam konteks ini, karya seni tidak hanya berfungsi sebagai ekspresi kreatif, tetapi juga sebagai hasil dari transformasi seniman itu sendiri. Pameran ini berlangsung pada tanggal 16 November 2024 - 05 Januari 2025 di Rachel Gallery, Wisma Geha 3rd Floor, Jl. Timor No. 25, Menteng Jakarta Pusat. 

Saya menghadiri pameran pada tanggal 05 Desember 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Saturday, November 30, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 30)

Wings of Time

Pameran seni bertajuk Wings of Time : Brushstrokes of Airborne Journeys milik seniman yang juga pramugari, Inanike Agusta, berlangsung di D'Gallerie, Jakarta. Ada 56 karya yang disajikan dalam berbagai format dan ukuran pada pameran, yang berhasil mentransformasi pengalamannya di udara menjadi ekspresi visual yang memukau.

"Ini adalah solo exhibition yang menandai diri saya sebagai seniman. Di solo exhibition kali ini saya menampilkan karya yang bercerita tentang pengalaman sebagai awak kabin yang masih aktif di Garuda Indonesia kemudian sebagai seniman dan juga sebagai seorang ibu," ucap Inanike dalam pembukaan pameran, Minggu (24/11). Pada pameran, para pengunjung akan dihadapkan dengan sejumlah karya seni lukis abstrak yang menampilkan warna-warna indah. Warna-warna cerah dan beragam ini mencerminkan keindahan alam yang Inanike amati selama perjalanannya sebagai awak kabin. Dia menggunakan berbagai jenis garis pada karyanya, termasuk garis lurus, lengkung, dan diagonal, untuk menciptakan komposisi yang dinamis dan menegangkan. Namun kemana pun garis itu pergi dia akan kembali ke titik besar yang melambangkan sebuah rumah.

Di bagian lain, terpampang sebuah instalasi yang dibuat dari mix media. Hadir disana sebuah koper berukuran besar dengan sayap berukuran besar juga. Dibuat menggantung, koper itu seolah melayang dengan sayap di bagian punggung. "Koper ini ikut aku kemanapun pergi dan koper ini yang mengantarkan aku terbang ke sana-sini. Disini aku ibaratkan dia menggunakan sayap," tutur Inanike. Selain menghadirkan sejumlah lukisan dengan bentuk abstrak, perempuan asal Salatiga itu juga memamerkan ragam lukisan yang menampilkan bentuk-bentuk bangunan bersejarah di dunia. Lukisan itu diambil Inanike saat dirinya mendapati perjalanan ke luar negeri.

Wings of Time bukan hanya sebuah pameran seni ; ini adalah undangan untuk melihat dunia melalui perspektif yang unik. Dengan latar belakang sebagai pramugari, Inanike Agusta menghadirkan karya yang memadukan mimpi, harapan, dan realitas dengan cara yang penuh imajinasi. Pameran ini berlangsung pada tanggal 24 November 2024 - 16 Desember 2024 di D Gallerie, Jl. Barito I No. 3, Jakarta Selatan. 

Saya menghadiri pada tanggal 28 November 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Thursday, November 28, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 29)

Kawah Ojol

Galeri seni ROH kembali menggelar pameran tunggal seniman asal Korea Selatan, Hyun Nahm bertajuk "Kawah Ojol". Pameran menampilkan koleksi 12 karya dengan beragam bentuk, dari dua dimensi, tiga dimensi, hingga instalasi.

Pameran ini terinspirasi dari penjajahan terhadap dua aspek kehidupan yang berbeda namun saling terkait di Indonesia, ekonomi pertunjukan dan lanskap gunung berapi, yang memiliki ketidakpastian yang mendasar. Karya-karya yang ditampilkan merupakan hasil residensi sang seniman selama menjelajahi Indonesia dari Oktober 2023 hingga Februari 2024 lalu. Selama masa residensinya, Hyun Nahm mengunjungi beberapa tempat seperti Kawah Putih, Museum Geologi dan Tangkuban Perahu di Bandung, gunung Merapi di Yogyakarta, dan Kawah Ijen di Banyuwangi. 

Dalam pameran ini, perupa asal Korea Selatan itu mengajak kita menyelami eksplorasinya terhadap dua hal yang sangat berbeda namun saling terkait: gig economy yang penuh ketidakpastian, serta keindahan sekaligus ancaman dari lanskap vulkanik. Melalui eksperimen material dan proses alkimia, Nahm menciptakan karya-karya yang mengaburkan batas antara alam dan buatan manusia. Pameran "Kawah Ojol" menggarisbawahi kesamaan antara kehidupan masyarakat yang tinggal di dekat gunung berapi dengan para pekerja gig. Keduanya hidup dalam ketidakpastian yang konstan. Masyarakat di sekitar kawah harus selalu waspada terhadap aktivitas gunung, sementara para pekerja gig seperti pengemudi ojek online (ojol) menghadapi ketidakstabilan dalam penghasilan dan pekerjaan.

Dalam pameran ini, Hyun Nahm banyak menggabungkan bahan baku masa kini seperti epoksi, jesmonite, dan polistirena dengan teknik tradisional yang membuat intensi menarik tentang sesuatu yang akrab, tetapi sekaligus asing. Seniman Hyun Nahm mengatakan sebelum mengikuti program residensi bersama ROH, dirinya mengaku belum tahu banyak tentang Indonesia. Dalam sebuah pertemuan sebelum keberangkatan, dirinya dan galeri banyak membahas kemungkinan tema, satu yang kemudian muncul ialah tentang gunung berapi. Dirinya ingin meneliti gunung berapi dengan keingintahunan sensoris sederhana, yang diharapkannya bisa jadi penghubung material karyanya dengan karakteritsik geologis gunung berapi. “Saat menjelajahi gunung berapi di sini, saya menyadari bahwa yang meninggalkan kesan lebih kuat pada saya bukanlah pemandangan alamnya yang spektakuler, melainkan objek dan tempat yang saya temui,” ucapnya. Hyun Nahm mengatakan ide pameran ini berangkat dari hal-hal tersebut juga berbagai peristiwa yang ditemuinya selama masa residensi. 

Dibuka untuk publik mulai tanggal 20 November 2024 hingga 5 Januari 2025. Pameran ini digelar di Galeri Roh di Jl. Surabaya No.66, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 21 November 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Sunday, November 17, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 28)

Reclaiming Identities

Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta kembali menggelar Jakarta Architecture Festival (JAF). Memasuki edisi kedua, festival arsitektur ini berlangsung pada tanggal 9-24 November 2024 di Agora Mall, Thamrin Nine, Jakarta Pusat. JAF menjadi upaya untuk mendefinisikan kembali identitas Kota Jakarta dan semua potensinya, termasuk di bidang arsitektur.

Tahun ini, JAF mengangkat tema Reclaiming Identities, yang secara harfiah berarti mendapatkan kembali sebuah identitas. Seperti temanya, JAF 2024 menampilkan identitas kota Jakarta dan masyarakatnya yang terwakili oleh komunitas, pemerintah kota, sistem transportasi, akademisi, seni budaya, sejarah dan kuliner. Festival yang berlangsung selama 2 minggu ini mencoba merangkum semua hal di Jakarta, yang sedang terjadi dan harapan-harapan masa depan tentang kawasan yang tumbuh dan terus mencari identitasnya, sebagai kota global yang layak huni (liveable) dan berkelanjutan.

JAF tahun ini menampilkan rangkaian agenda dan program seperti konferensi, pameran, dan kegiatan eksplorasi kota yang mempertemukan para arsitek, perencana kota, dan penggemar desain. Tahun ini, ada sekitar 60 arsitek yang ikut pameran, serta beberapa stakeholder lainnya seperti masyarakat, komunitas, pemerintah, sektor privat, para profesional serta akademisi.

Arsitek sekaligus Ketua Penyelenggara JAF 2024 Cosmas D. Gozali mengatakan dibalut dengan tatanan lanskap yang menyejukan, suasana yang ingin ditampilkan pada pameran JAF 2024 ialah seolah pengunjung sedang berada di dalam taman rimbun di tengah kota, dengan perpaduan parametric architecture yang mewakili modernitas dan teknologi.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 12 November 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Saturday, November 02, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 27)

Flaneur : Kembara Lintas Dunia

Galeri Nasional Indonesia (GNI) kembali menghadirkan pameran berjudul Flaneur : Kembara Lintas Dunia, sebanyak 50 karya seni dari perupa Tanah Air. Dalam bahasa asalnya, Prancis, flaneur bermakna kegiatan ngeluyur tanpa tujuan di seputaran kota. Flaneur pada pameran seperti ditujukan sebagai pengembaraan para seniman Indonesia dan karya mereka di panggung global. Flaneur : Kembara Lintas Dunia memuat jejak seniman-seniman Indonesia yang pernah berkancah di Internasional. Mulai dari lukisan Raden Saleh, Basoeki Abdullah, S Sudjojono, Agus Djaja, Affandi, hingga seniman kontemporer seperti Heri Dono, Mella Jaarsma, hingga Entang Wiharso.

Kurator pameran Teguh Margono bercerita kalau pameran ini memamerkan perjalanan seniman Indonesia yang menjelajah ke berbagai negara. "Ada yang menjelajah dan membawa nilai-nilai identitas mereka, ada juga yang terpengaruh ke dalam karya-karyanya," ungkapnya saat press tour di Gedung A, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat. Melalui karya-karya dari akhir abad ke-19 hingga akhir abad ke-20, pameran ini mengeksplorasi cara seniman Indonesia berinteraksi dengan dinamika seni global, baik melalui pendidikan seni, partisipasi dalam pameran internasional, atau pergaulan lintas budaya.

Dia juga menambahkan pameran ini bukan cuma jejak sejarah, tapi perjalanan yang buat kita merenungi tentang ekspresi kesenian. "Tapi juga memperlihatkan transformasi dan dinamika seni rupa Indonesia di kancah dunia," pungkasnya. Pameran ini berlangsung pada tanggal 15 Oktober sampai 11 November 2024 mulai pukul 09.00-19.00 WIB. 

Saya menghadiri pameran pada tanggal 01 November 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.