Monday, June 09, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 51)

Unearth

Dalam merenungkan keterhubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta, pikiran manusia kerap mengembara tidak hanya pada keniscayaan esensi penciptaan, tetapi juga pada bagaimana segala sesuatu dapat tumbuh dan berkembang dalam ikatan ruang dan waktu. Ruang dan waktu secara terus-menerus melahirkan berbagai persilangan dan pertemuan yang menjadikan kehidupan manusia sangat kompleks, meskipun tampak begitu singkat. Menelaah kembali makna penciptaan, kelahiran, dan pertumbuhan manusia dalam koeksistensi dengan alam telah menjadi tema mendasar dalam praktik artistik Jessica Soekidi selama beberapa tahun terakhir. Prinsip-prinsip keberlanjutan yang ia tekuni melalui latar belakang akademisnya di bidang arsitektur jelas memengaruhi perspektifnya dalam memahami asal-usul dan tujuan siklus kehidupan demi mencapai harmoni antara manusia dan alam.

Pameran tunggal Jessica Soekidi dalam gagasan utama Unearth menawarkan kilasan atas refleksi, perenungan, dan spekulasinya mengenai kefanaan material organik dan kehidupan manusia. Dalam Unearth, Jessica berupaya mengungkap berbagai perkembangan dalam praktik artistiknya melalui siklus kehidupan tanah—sebuah elemen yang secara fisik merepresentasikan alam dan secara simbolik berkaitan dengan penciptaan manusia. Bagi Jessica, mengeksplorasi gagasan-gagasan yang berkaitan dengan tanah adalah seperti menelusuri kembali perjalanan kreatifnya dari sudut pandang yang sangat manusiawi.

Dasar dari karya yang dipresentasikan dalam Unearth berakar pada simbol-simbol yang merepresentasikan lapisan-lapisan pemikiran dan perkembangan manusia. Lapisan terbawah, yang digambarkan sebagai bentuk persegi, merujuk pada kehidupan yang berpijak pada adat, kepercayaan, dan tradisi. Bentuk lingkaran pada lapisan tengah melambangkan siklus dan dinamika perubahan. Sementara itu, lapisan teratas dipenuhi dengan bentuk segitiga yang menyimbolkan hubungan antara manusia, alam, dan entitas tertinggi dari Penciptaan. Ketiga bentuk utama ini dalam komposisi Unearth dihadirkan oleh Jessica Soekidi sebagai upaya untuk mengeksplorasi gagasan tentang kemanusiaan. Apa sesungguhnya arti menjadi manusia? Dan bagaimana seharusnya manusia menjalani keberadaannya? 

Sekumpulan figur tiga dimensi berukuran kecil berbentuk manusia juga hadir dalam berbagai pose yang melambangkan sindiran terhadap kehidupan sehari-hari dan kesederhanaan—secara ironis, di tengah kompleksitas keberadaan manusia saat ini. Sang seniman seolah ingin menekankan bagaimana manusia berpijak pada tanah, yakni materi dasar dari mana mereka diciptakan. Hal ini mencerminkan pendekatan artistik Jessica Soekidi yang konsisten dan selalu dibangun di atas fondasi karya-karya sebelumnya.

Kehadiran figur manusia yang utuh dan penggunaan tanah sebagai material simbolik penciptaan manusia—menurut ajaran agama-agama Abrahamik—menjadi titik awal eksplorasi Jessica Soekidi terhadap keberagaman umat manusia. Figur-figur manusia yang berdiri di atas gundukan tanah tampak merepresentasikan pandangan umum terhadap kompleksitas manusia. Penggunaan tanah yang berasal dari berbagai lokasi menjadi metafora atas keberagaman karakter dan latar belakang manusia. Tanah tidak lagi sekadar simbol penciptaan manusia, tetapi juga simbol keberagaman. Demikian pula, material organik yang tumbuh dari tanah merefleksikan keterbatasan ruang fisik dan kefanaan waktu, sekaligus menjadi renungan atas singkatnya kehidupan manusia.

Unearth merupakan karya terbaru Jessica Soekidi, yang memosisikan tanah sebagai material inti dalam praktik kreatifnya. Tanah tidak hanya diproses secara fisik—melalui teknik pembakaran keramik yang dikombinasikan dengan elemen organik dan perkembangan teknologi pencetakan 3D terkini—tetapi juga dikaji secara simbolik, dengan merujuk pada berbagai gagasan konseptual tentang penciptaan manusia dan alam semesta. Pameran ini berlangsung pada tanggal 24 Mei 2025 - 30 Juni 2025 di Sal Project Artspace, Ranuza, JI. H. Agus Salim, RT.9/RW.4, Gondangdia, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus lbukota Jakarta 10350.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 03 Juni 2025.

Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Sunday, June 08, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 50)

Subliminal Maya : In Flux and Forms of Being

Secara harfiah, kata subliminal berarti pesan yang disampaikan di bawah kesadaran seseorang. Sudjud Dartanto sebagai kurator cerita subliminal jadi ruang bagi mereka melalukan sublimasi lewat simbol atau tanda dalam karya masing-masing.

Pameran “Subliminal Maya: In Flux and Forms of Being” adalah sebuah bentuk seni yang mengeksplorasi kedalaman psikologis, sosial, dan spiritual yang terus berubah. Di tengah pusaran globalisasi, multipolaritas dan disrupsi digital, pemahaman kita tentang realitas bergeser, membuka ruang untuk pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang siapa kita. Makna spiritualitas di era ini, dan bagaimana kita memposisikan diri era ini, dan bagaimana kita memposisikan diri kita di tengah arus perubahan dan transformasi yang tak terelakkan.

Menurut Sudjud judul “Subliminal Maya” sendiri adalah referensi implisit pada realitas berlapis, di mana permukaan yang terlihat—karya seni fisik—memberi petunjuk pada kebenaran atau ilusi yang lebih dalam yang sering tersembunyi, seperti bisikan dari bawah sadar. Setiap karya seni dalam pameran yang diadakan di Ruci Art Space dari tanggal 28 Mei – 29 Juni 2025 ini bagaikan sebuah cermin, merefleksikan diri kita sendiri dalam perubahan ini, mengungkap ketegangan transformasi, dan menguji potensi seni sebagai ruang dialog dan pendalaman yang lebih dalam. Pameran ini menampilkan tiga seniman muda – Khadir Supartini, Kuncir Sathya Viku, dan M.S. Alwi – tidak hanya memperkaya wacana seni rupa kontemporer dan global. Lebih dari itu, mengungkap makna yang mengalir dari pengalaman individu dan kolektif. Judul “Subliminal Maya” sendiri merupakan referensi implisit terhadap realitas berlapis, di mana permukaan yang terlihat-fisik karya seni mengisyaratkan kebenaran yang lebih dalam. Karya seni yang terlihat mengisyaratkan kebenaran yang lebih dalam atau ilusi yang sering kali tersembunyi, seperti bisikan dari alam bawah sadar.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 02 Juni 2025.

Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Saturday, June 07, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 49)

Das Genesis -- Room 404

Alih-alih menetapkan pendekatan mereka secara jelas sejak awal, Ayudhia Virga dan Yura Kenn Kusnar—dua sahabat yang berbagi ketertarikan terhadap subkultur bawah tanah—menemukan jalan mereka ke dunia seni secara organik. Sebagai respons terhadap lingkungan seni yang sering kali terasa steril dan tersanitasi, sejak 2017 hingga 2022, mereka bereksperimen dengan ruang-ruang kota yang jarang dimanfaatkan, dari gedung kosong hingga tempat cuci mobil, sebagai ruang sementara yang menolak struktur kontrol formal. Kasar, mendesak, dan belum terdefinisi, mereka terus berada di pinggiran. Alternatif, luar arus utama, dan eksis di sela-sela.

Meski sempat berhenti sejenak, keheningan itu tak pernah benar-benar bertahan lama. Pada 2025, mereka membentuk DAS GENESIS, sebuah kolektif yang cair dan lintas disiplin, menggabungkan seni, teknologi, dan suara. Perjalanan kreatif mereka yang terbaru melahirkan ROOM 404, pameran perdana di Sewu Satu pada tanggal 17 Mei 2025 - 15 Juni 2025. Sekali lagi ‘membajak ruang’, karya-karya ini mendisrupsi galeri baik secara fisik maupun filosofis, mempertanyakan sistem kepercayaan, kebenaran dan kebohongan, serta nilai-nilai seni. Di sini, karya dan objek tidak dilihat sebagai komoditas, melainkan fragmen dari dunia lain yang terdistorsi—hilang, dicari, dan direbut kembali.

Angka "404" merujuk pada kode kesalahan internet "404 Not Found"; sebuah pesan yang menunjukkan bahwa sesuatu yang seharusnya ada, justru tidak ditemukan. Ini mencerminkan logika dari pameran ini: penolakan terhadap kejelasan. Seperti kolektifnya, ROOM 404 adalah ruang yang licin dan sukar didefinisikan. Ia hadir, tetapi sulit ditemukan.

Setiap karya dalam pameran ini merupakan kontradiksi terhadap keindahan dalam makna konvensionalnya. Sebuah kritik terhadap kriteria dan norma yang mengatur produksi dan konsumsi seni. Karya-karya ini memainkan hubungan antara material fisik dan ranah metafisik, banyak di antaranya menggunakan teknik cetak 3D sebagai pendekatan pembuatan yang canggih dan kontemporer, sambil menghadapkan penonton pada pertanyaan-pertanyaan mendasar yang mengguncang, namun perlu:

Bisakah kepercayaan ada tanpa pemahaman penuh?
Bagaimana kita mendefinisikan kekuatan ketika menolak kategorisasi?
Apa yang terjadi ketika ambisi manusia berhadapan dengan yang tidak dikenal?

Disertai dengan teks-teks pendamping, karya-karya ini menantang asumsi kita tentang kepercayaan, kekuasaan, penciptaan, dan batas pemahaman manusia—menarik kita ke dalam ruang yang mencerminkan ketegangan di antara semuanya. Di tengah kondisi hari ini, yang ditandai oleh disinformasi politik yang mengaburkan fakta dan fiksi, ROOM 404 menantang kita untuk menghadapi ketidakstabilan realitas kita. Pameran ini menghadirkan ruang yang terpecah untuk merefleksikan secara kritis sistem-sistem yang membentuk pemahaman kita tentang kebenaran. Sebagai ruang sementara, ROOM 404 adalah tempat untuk berdiam dalam ketidaknyamanan karena tidak tahu; untuk berada bersama hal-hal yang menolak ditemukan; dan untuk berpikir tanpa janji akan jawaban.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 04 Juni 2025.

Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Friday, June 06, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 48)

Beyond Imagination

Indonesian Artists menggelar pameran Contemporary Art Exhibition bertajuk Beyond Imagination di Gedung Jakarta Design Center (JDC) Lantai 5. Indonesian Artists adalah Wadah Pengembangan Seni Rupa indonesia, yang merupakan gerakan sosial seni rupa Indonesia dalam rangka turut andil memberikan kontribusi positif dalam kemajuan seni rupa Indonesia, menciptakan dan meningkatkan mutu karya serta mencetak kader perupa yang handal,” ungkap Tato Kastareja, Ketua Indonesian Artist, kepada awak media. Indonesian Artist adalah komunitas perupa yang aktif berkarya dan jumlahnya lebih dari 500 anggota. Karya yang dipamerkan saat ini ada beberapa jenis seperi lukisan, patung, seni instalasi dan karya mix media lainnya.

Sebanyak 56 seniman yang tergabung dalam Indonesian Artists berpartisipasi dalam pameran seni rupa kontemporer tersebut. Beyond Imagination memiliki makna tentang sebuah karya yang melampaui sebuah imajinasi dan dapat di ekspresikan di dalam berbagai konsep, gaya dan teknik seni rupa. Berangkat dari rasa kegelisahan atas kepedulian kami terhadap perkembangan seni rupa Indonesia bagi generasinya, dimana Indonesia memiliki beragam keunikan dari seni budaya dan alam nusantara yang indah molek serta kearifan lokal lainnya yang unik, hal ini dapat kita angkat sebagai tema-tema seni rupa untuk pemperkenalkan kepada dunia melalui medium seni rupa yang dikonversi kembali melalui pandangan seni rupa modern, kontemporer menarasikan kembali sebagai manifestasi kehidupan yang lebih bermakna bagi masyarakat dan bangsanya,” ungkap Heri Kris, Kurator Kegiatan. Melalui karya-karya seni inilah merupakan cermin dari bangsa yang memiliki kecerdasan berbudaya dan berbudi luhur,” lanjutnya.

Harapan dari pameran ini adalah agar apresiasi seni rupa dapat tumbuh berkembang diwilayah dimana tempat para perupa berasai di seluruh Indonesia. Pameran karya seni rupa bertajuk Beyond Imagination dapat dikunjungi secara gratis yang berlangsung mulai 3 Mei hingga 31 Mei 2025 mendatang.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 28 Mei 2025.

Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Sunday, June 01, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 47)

Once Was

Pameran "Once Was" di Ara Contemporary berlangsung dari tanggal 17 Mei 2025 hingga 21 Juni 2025 menampilkan karya Iwan Effendi berupa gambar bergerak, lukisan, dan ilustrasi di atas kertas. Iwan Effendi yang punya background di Papermoon Puppet Theater sebagai dalang berhasil memadukan resonansi emosional dari dunia boneka. Iwan Effendi, dikenal dengan latar belakangnya sebagai seniman wayang, kembali mengangkat dunia pewayangan dalam bahasa visual yang segar. Ia membawa semangat dan filosofi pertunjukan boneka ke dalam karya-karyanya yang penuh makna.

Namun, Once Was tidak hanya menampilkan boneka sebagai objek. Kali ini, Iwan mengarahkan perhatian pada hal yang lebih halus—sosok sang dalang yang justru menghilang agar boneka bisa hidup. Dalam beberapa karya di atas kertas, jejak gerakan dan kehadiran tokoh-tokoh ditelusuri, kemudian dihapus, dan digambar ulang. Proses ini menciptakan dinamika antara yang terlihat dan yang lenyap, antara diam dan gerak. Pergeseran fokus ini menjadi bagian penting dari pencarian artistik Iwan. Ia mengajak kita merenungkan bahwa sesuatu yang tak terlihat justru punya peran besar dalam menciptakan kehidupan dan makna.

Melalui Once Was, Iwan menghadirkan pengalaman visual yang lembut namun dalam. Ia menyentuh tema tentang ingatan dan keberadaan—tentang hal-hal yang pernah ada, mungkin telah berubah, tapi tak benar-benar hilang. Melalui “Once Was”, Iwan Effendi mengukir narasi tentang memori yang tak pernah benar-benar hilang—ia hanya berubah wujud. Isi pameran ini bukan tentang apa yang pernah ada, tetapi tentang proses tak kasatmata di balik perubahan itu sendiri: bagaimana sang dalang merelakan dirinya larut dalam boneka, lalu menghilang agar kisahnya tetap hidup. Di ruang antara yang tampak dan yang tersembunyi, Iwan seperti mengajak kita merenungi keindahan paradoks: bahwa seni paling mengharukan justru lahir dari ketiadaan.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 30 Mei 2025.

Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Wednesday, May 21, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 46)

Semesta Arkiv

Seniman kontemporer asal Bandung Arkiv Vilmansa menggelar pameran tunggal bertajuk "Semesta Arkiv" di Galeri Nasional Indonesia, menghadirkan eksplorasi seni, teknologi, dan kemanusiaan. Pameran ini merupakan hasil kolaborasi antara Galeri Nasional Indonesia, Studio Arkiv, dan Galeri Zen1. Dalam pameran ini, Arkiv menampilkan kolaborasi dengan sejumlah seniman, seperti Sunaryo, Darbotz, Erwin Windu Pranata, dan Mulyana (Mangmoel). Menampilkan lebih dari 100 karya, termasuk lukisan, patung, instalasi, dan art toys, pameran ini mengajak pengunjung menjelajahi perjalanan kreatif Arkiv yang dikenal dengan eksplorasi warna dan karakter imajinatifnya. Dibungkus tajuk Semesta Arkiv, pameran ini menyoroti jejak baru perupa kontemporer asal Bandung itu dalam mengeksplorasi tema biota laut di Indonesia. "Tema biota laut ini sebenarnya berangkat dari trauma. Saat kecil saya pernah berenang di laut Ancol dan disengat ubur-ubur. Tapi orang tua saya mengatakan mereka juga makhluk hidup. Dari sinilah saya lalu mengeksplorasinya," katanya.

Laut Semua Warna yang terletak di Gedung A menampilkan karya-karya Arkiv yang terinspirasi oleh kehidupan laut, menandai fase perubahan dan pembaruan dalam karyanya. Bagian ini juga terkait dengan proyek seni "Widya Segara" dan kolaborasi dengan seniman lain. Sintesa yang berada di Gedung B menampilkan hasil kolaborasi kreatif Arkiv dengan seniman seperti Sunaryo, Darbotz, Erwin Windu Pranata, dan Mulyana (Mangmoel). Bagian ini mencerminkan perkembangan karier Arkiv dan wacana seni rupa Indonesia. Metaphor of Memory di Gedung D menyajikan karya-karya yang menggambarkan perjalanan Arkiv sebagai seniman dan desainer serta menjadi penanda dalam penciptaan karakter khas Mickiv. Bagian ini juga menampilkan "Monument of Sense", hasil kolaborasi Arkiv dengan Sunaryo.

Menurut Arkiv, pameran ini merupakan penghormatannya pada laut, warna, dan kolaborasi. “Saya ingin mengajak penikmat seni untuk tidak hanya melihat, tetapi ‘merasakan’ bagaimana seni bisa menjadi medium yang membebaskan, bahkan di tengah kompleksitas zaman,” imbuhnya. Pameran ini berlangsung pada tanggal 22 Februari 2025 - 22 Mei 2025.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 20 Mei 2025.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Monday, May 12, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 45)

Unboxed : Rethink Asian Art

Pameran ini berawal dari sebuah pertanyaan : Apa artinya berkarya sebagai seniman Asia hari ini—ketika identitas kita berakar, namun terus bergerak? UNBOXED lahir dari berbagai dialog, kunjungan studio, dan niat tulus untuk memandang seni Asia bukan sebagai sebuah kategori yang sempit, melainkan sebagai ruang yang senantiasa berkembang dan terbuka untuk ditafsir ulang.

Judul pameran ini mencerminkan sebuah pernyataan penolakan—terhadap pelabelan, penyederhanaan, dan pembatasan. Kami ingin menciptakan ruang bagi para seniman yang berani bertanya, berpikir kritis, dan mencipta dengan ciri khas mereka sendiri.

Setiap seniman dalam UNBOXED berasal dari latar geografis dan budaya yang beragam—Surabaya, Yogyakarta, Batu, Malang, Bali, dan Singapura. Kota-kota ini bukan sekadar titik di peta ; mereka adalah ruang hidup yang berdenyut, penuh sejarah, warisan, memori, dan proses pencarian. Kami tidak memilih seniman hanya untuk mewakili kotanya, tetapi karena karya mereka menggugah cara kita memandang ruang hidup, identitas, dan rasa kebersamaan.

Pameran ini tidak dikurasi melalui lensa tunggal. Ia tumbuh secara perlahan dan penuh kehati-hatian—melalui dialog, kepercayaan, dan semangat kolaborasi. Kami mengundang seniman yang tidak hanya menghadirkan karya yang kuat, tetapi juga membawa pembaruan cara berpikir tentang makna ‘Asia’ dan ‘kontemporer’—tanpa harus membuktikan atau membela nilai dirinya di hadapan siapa pun.

UNBOXED bukanlah sebuah jawaban—melainkan sebuah proses. Sebuah percakapan yang hidup dan terus bergulir. Dan kami merasa terhormat bahwa Anda bersedia berbagi momen dari perjalanan ini bersama kami. Pameran berlangsung pada tanggal 18 April 2025 - 18 Juli 2025 di Kotak : Art Collective 12A Jalan Gunung Sahari II, Level 4 Jakarta 10610.

(Dikutip dari Kotak Unboxed Booklet : Joel Harumal, Founder & Director Kotak : Art Collective)

Saya menghadiri pameran pada tanggal 09 Mei 2025.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Sunday, May 11, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 44)

Happy to Connect

ROH Jakarta kembali menyapa para pencinta seni kontemporer dengan pameran terbarunya “Happy to Connect”, yang menampilkan kolaborasi dua seniman berbakat, Dusadee Huntrakul dan Faisal Habibi. Melalui karya-karya mereka, pengunjung diajak melihat bagaimana berbagai material dan cerita bisa saling terhubung lewat karya seni. 

Dusadee Huntrakul adalah seniman asal Bangkok yang telah berpartisipasi dalam banyak pameran internasional, termasuk Bangkok Art Biennale 2024 dan Singapore Biennale 2019. Ia menempuh pendidikan seni di University of California, Los Angeles (BFA) dan University of California, Berkeley (MFA). Karyanya banyak mengeksplorasi hubungan manusia dengan benda, budaya, dan sejarah. Sedangkan, Faisal Habibi, seniman asal Jakarta, menempuh pendidikan seni patung di Institut Teknologi Bandung. Ia dikenal lewat karyanya yang menantang bentuk dan fungsi benda sehari-hari. Beberapa karya Faisal pernah dipamerkan di pameran bergengsi seperti Art Basel Hong Kong, dan ia juga pernah mengikuti program residensi di ZK/U Berlin. Karya-karyanya banyak mengangkat tema konsumerisme, perubahan material, dan kehidupan urban. 

Dalam pameran “Happy to Connect”, Faisal Habibi banyak menggunakan material sisa dari Bali, seperti potongan plastik, logam, dan limbah lainnya. Bahan-bahan tersebut dipanaskan, dilelehkan, lalu dibentuk ulang menjadi karya baru. Dengan cara ini, Faisal ingin menunjukkan bahwa benda-benda bekas pun masih punya kemungkinan untuk berubah dan membentuk hubungan baru satu sama lain. Sementara itu, Dusadee Huntrakul membawa karya patung berbahan kuningan yang sarat makna. Ia membuat tokek berkepala dua sebagai simbol sahabat perjalanan, telur yang dijaga dengan jari sebagai lambang harapan, dan kaki ayam yang dirangkai menjadi kalung untuk menghormati leluhur. Lewat karya-karya ini, Dusadee mengajak pengunjung merenungkan hubungan antarmanusia, tradisi, dan kenangan yang diwariskan dari generasi ke generasi. 

Pameran ini semakin istimewa dengan kehadiran gambar-gambar karya Prinn Seeumpornroj Huntrakul, anak Dusadee. Gambar-gambar ini tidak hanya melengkapi karya ayahnya, tapi juga menjadi semacam pengingat tentang pentingnya ikatan keluarga dalam perjalanan hidup dan berkarya. Selain karya visual, pengunjung juga bisa menikmati puisi berjudul “Mud Garden” karya Samuel Lee. Puisi ini memperkuat tema utama tentang bagaimana material bekas, kenangan, dan hubungan manusia tidak pernah benar-benar statis. Seperti lumpur yang basah dan terus berubah bentuk, benda-benda di sekitar kita – termasuk hubungan dan pengalaman hidup – terus bergerak, saling bertemu, berpisah, dan menciptakan sesuatu yang baru. 

Pameran “Happy to Connect” berlangsung pada tanggal 26 April 2025 - 25 Mei 2025. ROH berlokasi di Jalan Surabaya 66, Jakarta, dan buka setiap Rabu hingga Jumat pukul 13.00-19.00, serta Sabtu dan Minggu pukul 11.00-19.00. 

Saya menghadiri pameran pada tanggal 08 Mei 2025.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Sunday, May 04, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 43)

Mumool

Choi Sang-chul adalah seniman kontemporer Korea yang terus-menerus mempertanyakan hakikat seni melalui metode kerja, tantangan, dan eksperimennya yang unik. Dalam aliran seni abstrak Korea yang terus berkembang sejak tahun 1970-an, Choi telah membangun dunia seninya sendiri yang unik. Selama 50 tahun terakhir berkarya dengan penuh pengabdian, pertanyaan mendasar tetap menjadi inti karyanya, yakni hakikat seni itu sendiri. 

"Apa hakikat melukis? Saya ingin menyaksikan momen ketika sebuah lukisan pertama kali lahir ke dunia ini." Pertanyaan ini mencerminkan kerinduan untuk mengalami momen yang tepat saat sebuah lukisan pertama kali muncul. Sebuah lukisan berasal dari kekacauan—suatu keadaan di mana segala sesuatunya terjerat, tak terbentuk, dan terkompresi dengan energi yang sangat besar. Kemudian, menerobos kekacauan itu seperti sebuah ledakan, sebuah lukisan menampakkan dirinya sendiri. Choi telah menamai penyelidikan ontologis ini ke dalam makna eksistensial seni "Mumool" (Ketiadaan dan Objektivitas). Ia melanjutkan karyanya dalam kesabaran yang hening, menunggu apa yang belum terjadi (Moo) untuk mewujud (Mul). 

Choi menemukan semacam kebebasan dalam ruang kosong yang tidak tersentuh oleh kuas. Kesadaran ini mendorongnya untuk menciptakan dan bereksperimen dengan berbagai alat, dan menolak alat yang dirancang untuk memudahkan melukis. Ia tidak lagi menggunakan kuas, tetapi memperkenalkan alat yang tidak dikenal, tidak terduga, dan tidak dapat dikontrol, sehingga kanvas menjadi ruang untuk kejadian yang tidak disengaja. Dengan mengabaikan keinginan untuk melukis dengan cermat, dengan melepaskan kebutuhan untuk berekspresi, Choi akhirnya menyerahkan peran seniman kepada objek itu sendiri. Dalam tindakan penyerahan diri inilah dunia baru terlihat. 

Untuk seri terbarunya "Mumool", Choi meletakkan kerikil kecil di atas kanvas kosong. Kerikil yang bentuknya tidak beraturan itu menggelinding bebas di atas permukaan yang miring, meninggalkan jejak saat bergerak. Ia mendengarkan getaran batu saat menggelinding di atas kanvas yang kencang dan suara tajam namun berirama saat batu menghantam bingkai kayu di tepinya. Ia mendengarkan bunyi tanda-tanda yang memekakkan telinga ini dalam lintasannya, merasakan munculnya lukisan yang "diciptakan tanpa melukis." 

Karya Choi dipenuhi dengan energi yang mencerminkan tatanan inheren di mana semua hal ada dengan caranya sendiri. Untuk menghadapi dunia yang teratur ini melalui tindakan mengosongkan diri, dibutuhkan perjuangan yang sulit dengan diri sendiri. Dunia tempat kita hidup terus-menerus menuntut lebih banyak hal untuk diisi, dikumpulkan, diciptakan tanpa henti, demi kenyamanan. Namun, Choi dengan keras kepala bergerak ke arah yang berlawanan. Dia secara aktif memilih ketidaknyamanan, merangkul pengurangan, pembuangan, dan pengosongan. Dia bahkan tidak membiarkan dirinya berambisi untuk melukis dengan baik. 

Berdiri di hadapan kemungkinan tak terbatas dari hal yang tidak diketahui, Choi melanjutkan praktiknya dalam keheningan—bukan menginginkan, tetapi menanggapi. Melalui karyanya, orang akan menjumpai dunia seni abstrak kontemporer Korea—dunia yang tidak muncul melalui penegasan, tetapi melalui penyerahan diri kepada apa yang belum terungkap. Pameran karya Choi Sang-chul "Mumool" ini berlangsung pada tanggal 24 April 2025 - 24 Mei 2025 di Baik Art.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 02 Mei 2025.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Sunday, April 27, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 42)

We Begin with Everything

Galeri seni terbaru di Jakarta, Ara Contemporary, hadirkan pameran perdananya bertajuk “We Begin with Everything” pada tanggal 12 April hingga 4 Mei 2025. Ara Contemporary sendiri merupakan galeri seni yang baru diresmikan pada tanggal 12 April 2025. Berlokasi di Jalan Tulodong Bawah 1 Nomor 163, Senayan, Jakarta Pusat, galeri ini berfokus untuk mengenalkan seni rupa di Asia Tenggara ke kancah global. Pameran seni ini menampilkan karya-karya dari 17 seniman terkemuka dari Asia Tenggara. Pameran ini dimeriahkan oleh Agan Harahap, Albert Yonathan Setyawan, Alisa Chunchue, Carmen Ceniga Prado, Condro Priyoaji, Dawn Ng, Enggar Rhomadioni, Irfan Hendrian, Ipeh Nur, Iwan Effendi, Kelly Jin Mei, Mar Kristoff, Marcos Kueh, Natalie Sasi Organ, S Urubingwaru, Wedhar Riyadi, dan Xiuching Tsay.

Megan Arlin, salah satu founder Ara Contemporary mengatakan, visi utama mereka membuka galeri ini adalah untuk mendukung seniman di kawasan Asia Tenggara dan mengadvokasi praktik mereka baik secara lokal maupun internasional agar semakin dikenal publik. Pemilihan Ara Contemporary juga bukan tanpa alasan. Nama tersebut merupakan kombinasi nama belakang dari para pendirinya, yakni Megan Arlin, Fiesta Ramadanti, dan Fredy Chandra. Frasa Ara juga berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti tempat berlindung. “Ini merupakan pameran perdana kami dan menjadi perayaan atas karya-karya para seniman dari Asia Tenggara. Pameran ini juga sebagai bentuk hajatan untuk melihat proses kreatif dari para seniman tersebut,” ujar Danti begitu sapaan akrab Fiesta di Jakarta.

We Begin with Everything mengambil inspirasi dari The Creative Act: A Way of Being karya Rick Rubin yang kemudian dituangkan dalam sebuah pameran seni. Judul pameran mencerminkan prinsip utama filosofi Rubin: bahwa tindakan menciptakan adalah sumber yang tak ada habisnya dan selalu ada. Tak hanya itu, We Begin with Everything merayakan sebuah konsep yang berubah menjadi manifestasi nyata dan proses berkelanjutan untuk menjadi sesuatu tercermin. Tidak hanya pada awal galeri tetapi juga nilai dari proses yang dilakukan seniman.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 24 April 2025.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.