Tuesday, February 25, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 40)

Sh!ttin' in the Head

Sh!ttin' in the Head adalah tentang kekuatan pesan yang kuat dalam seni kontemporer. Dalam dunia seni yang serba cepat saat ini, yang penting bukan hanya tentang bagaimana sesuatu terlihat tetapi apa yang dikatakannya dan bagaimana perasaan Anda. Pameran ini merupakan keseimbangan yang baik antara konsep di balik karya dan dampak visualnya.

Seniman yang ditampilkan di sini sebagian besar masih muda, tetapi mereka sudah menjadi pusat perhatian. Mereka telah menarik perhatian juri senior, memenangkan penghargaan utama seperti UOB Painting of the Year dan Basoeki Abdullah Art Award. Mengapa? Karena mereka tidak takut untuk melampaui batas; mereka tidak bermain aman.

Beberapa seniman ini baru mulai melihat hasil kerja keras mereka selama bertahun-tahun. Mereka telah diakui sebagai finalis atas perkembangan pesat dan evolusi karya mereka. Pameran ini bukan sekadar pajangan. Pameran ini merupakan batu loncatan bagi para seniman ini saat mereka menaiki tangga untuk menjadi tokoh utama dalam kancah seni kontemporer.

Pameran ini merupakan undangan untuk memamerkan beberapa karya yang secara visual memukau sekaligus memiliki kekuatan konseptual. Pameran ini tentang melibatkan diri dengan seni yang menantang dan memprovokasi, mendorong kita untuk berpikir dan merasakan dengan cara baru. Pameran ini berlangsung pada tanggal 25 Januari 2025 - 09 Februari 2025 di Unicorn Gallery, Wisma Geha Lantai 4, Jakarta Pusat. 

Saya menghadiri pameran pada tanggal 07 Februari 2025.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Monday, February 24, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 39)

Vibes Don't Lie

Adi Dharma, yang biasa dikenal dengan nama Stereoflow, merupakan seniman yang memulai eksplorasi dari seni budaya street art dan hip-hop. Kedua hal tersebut menjadi landasan dalam pendekatannya terhadap lukisannya. Pada pameran tunggalnya sepuluh tahun lalu - Beatscape, ia memperkenalkan pendekatannya dalam menggabungkan prinsip penciptaan musik ke dalam bentuk visual. Melalui warna neon yang berani dengan komposisi yang dinamis, karya dalam Beatscape mencerminkan energi yang sesuai dengan tempo dan ritme yang disusun dalam musik.

Kini dalam pameran tunggal berjudul "Vibes Don't Lie", Stereoflow menampilkan sebuah evolusi artistik. Perubahan yang terjadi karena adanya pertumbuhan usia dan bertambahnya pengalaman. Penggunaan warna yang sebelumnya berani dan mencolok berubah menjadi palet warna yang lebih tenang. Bentuk refleksi atas pendewasaan. 

Dalam pameran ini, Stereoflow mengangkat kota sebagai subjek dalam karyanya. Jakarta sebagai kota tempat ia hidup dan berkarya, menjadi pusat dari eksplorasinya. Kota adalah ruang yang penuh paradoks - melalui struktur fisiknya yang menampilkan keteraturan dalam satu sisi, dan penuh kekacauan di sisi lainnya. Melalui komposisi yang terkesan tidak teratur, Stereoflow justru menemukan pola dan harmoni yang tidak terduga. Kedua elemen itu tidak hanya berdampingan tetapi juga saling menguatkan, menciptakan sebuah narasi visual. 

Stereoflow menggunakan bentuk dan warna yang acak sebagai hasil dari interpretasi atas tata ruang. Penggunaan warna yang berbenturan, mencerminkan keanekaragaman visual yang ditemuinya dalam keseharian hidup di Jakarta. Tidak hanya dari segi warna, bentuk dalam karya Stereoflow juga mencerminkan dualitas ini. Garis-garis tegas yang diciptakan dengan teknik hard edge menunjukkan keteraturan yang khas dari kehidupan urban, sementara semprotan spray paint mencerminkan kebebasan dan spontanitas yang menggambarkan energi liar kota. Komponen bentuk dan warna yang saling tumpang tindih ini pada akhirnya melahirkan sebuah keserasian. There is chaos in order and order in chaos. 

Pameran ini hadir sebagai interpretasi Stereoflow sebagai seniman sekaligus individu dalam sebuah ekosistem. Pola dan warna yang dituangkan di atas kanvas dan tembok digambarkan berdasar pada pengalaman individu dan struktur sosial tempatnya berada. Dalam setiap karya, Stereoflow menangkap esensi kota sebagai ruang yang hidup dan terus bergerak. Tidak ada pesan eksplisit atau narasi tunggal dalam karya-karyanya - hanya interpretasi jujur dari apa yang ia lihat dan rasakan. 

Melalui "Vibes Don't Lie", Stereoflow ingin mengajak audiens untuk terlibat dalam pengalaman sensoris, dimana karya tidak sekedar hanya dilihat, melainkan juga dirasa. Stereoflow ingin memberikan ruang untuk kita mengeksplorasi perasaan atas keragaman dari kota, entah dalam bentuk fisik maupun perasaan. Pameran ini adalah sebuah ajakan untuk menemukan sinestesia dari sebuah karya seni yang ekspresif. Pameran ini berlangsung pada tanggal 25 Januari 2025 - 16 Februari 2025 di Rachel Gallery.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 07 Februari 2025.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Sunday, February 23, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 38)

Souls of Protopia

Ruang-ruang geografis (topos) sering dianggap sebagai medan faktual yang memberi jeda intelektual untuk dibaca. Informasi diterima sebagai hasil, an sich, yang sifatnya tidak mungkin keliru. Wilayah-wilayah geografis bahkan lebih dianggap lebih nyata dari kenyataannya sendiri. Peta (chart) menjadi sebuah kendaraan nominal dari sebuah struktur peradaban teknologis. Apa yang dipetakan (charted) adalah hasil pemetaan (charting) yang tinggal diterima begitu saja. 

Budayawan Kevin Kelly keberatan dengan dikotomi topos dalam u topos (utopia) dan dys topos (distopia). Ruang-ruang geografis adalah ruang yang sedang dibentuk - pro topos. Protopia adalah sebuah ruang yang dipetakan dengan memetakan. Sejalan dengan ide Yuval Noah Harari dalam Nexus, informasi adalah in-formation; informasi bukan tentang kebenaran. Informasi membentuk realitas karena bertalian kuat dengan jejaring. Informasi adalah bahan baku pembentuk jejaring yang akhirnya merajut lembaran-lembaran sejarah. 

Apa yang dihadirkan Sandy Tisa dalam pameran tunggal "Souls of Protopia" kali ini adalah peta yang sejalan dengan geliat yang ditukaskan Simonetta Moro; sebagai oleh-oleh dari dunia mitik yang mengisi kepala manusia, sebagai hasil dokumentasi (yang bersifat sangat personal), dan sebagai bentuk realitas relasional yang bersifat intersubjektif. Dengan memetakan batinnya, Sandy berusaha untuk tidak terjebak dalam pseudo-faktualitas yang mengabsolutkan keroposnya realitas artifisial. Karya-karya Sandy adalah catatan perjalanan dari protopia yang ia bangun dari kegigihan dan ketekunan ekspresiensialnya. 

Lewat pameran tunggalnya, Sandy Tisa mengajak kita melihat peta bukan sebagai sesuatu yang statis, tapi bagian dari proses yang terus bergerak. Ini bukan soal benar atau salah, tapi bagaimana realitas dibentuk dari cara kita membaca dan memaknainya. Pameran ini berlangsung pada tanggal 25 Januari 2025 - 16 Februari 2025 di Lantai 1, Wisma Geha Lantai, Jakarta Pusat. 

Saya menghadiri pameran pada tanggal 07 Februari 2025.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.