Thursday, October 28, 2021

LASER GAS : LASER CO2

 Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation)

Laser merupakan suatu alat yang dapat memancarkan cahaya mulai dari panjang gelombang inframerah yang paling jauh, daerah cahaya tampak, sampai pada daerah vakum ultraviolet serta daerah sinar-X. Cahaya yang dipancarkan oleh laser dihasilkan dari stimulasi emisi radiasi dari medium dalam laser. Emisi tersebut dikuatkan sehingga menghasilkan cahaya bersifat monokromatis (satu panjang gelombang), koheren, tearah, dan memiliki kecerahan (brightness) yang tinggi.

Tiap laser memiliki karakteristik masing-masing sehingga penggunaannya biasanya digunakan untuk keperluan praktis yang spesifik. Salah satu komponen penting dalam laser, yaitu medium laser. Medium laser mengandung atom-atom yang mempunyai tingkat energi metastabil yang dapat dieksitasi dengan menyerap energi dari luar. Medium ini dapat berupa zat padat, cair, gas, maupun semikonduktor. Laser biasanya ditentukan oleh jenis medium yang digunakan untuk penguatnya, seperti laser CO2 (laser yang menggunakan medium gas, yakni gas CO2).

Dalam paper ini, penulis tertarik untuk membahas mengenai salah satu jenis laser gas, yaitu laser CO2. Laser gas mampu memancarkan radiasi dengan panjang gelombang mulai dari ultraungu sampai dengan inframerah. Laser CO2 merupakan salah satu jenis laser yang umum digunakan. Laser ini adalah salah satu laser yang menghasilkan energi yang tinggi (energi yang dihasilkan lebih dari 100kW) dan salah satu laser yang efisien (slope efisiensinya dapat mencapai 30%). 

Pada laser ini, molekul CO2 berosilasi pada panjang gelombang daerah inframerah. Transisi yang penting terjadi diantara tingkat energi vibrasi dari molekul CO2. Laser CO2 merupakan laser yang beroperasi secara kontinu, pulsa, atau Q-switching. Bahkan dengan daya beberapa watt, laser CO2 mampu memancarkan sepersekian watt yang dapat memotong beberapa material. Laser CO2 saat ini banyak digunakan dalam pemotongan logam, bahan tenunan, dan pengelasan logam. Dalam paper ini, akan dibahas lebih lengkap mengenai laser CO2. Diharapkan dalam paper ini mampu memberikan pemahaman mendalam mengenai laser CO2.


Prinsip Dasar Molekul CO2

Untuk memahami bagaimana laser CO2 bekerja, kita perlu mengingat kembali mengenai spektrum rotasi dan vibrasi molekul CO2. Tiga buah atom dianggap sebagai suatu jaringan pada garis lurus, bagian luar atom O dengan atom karbon C pada bagian pusat. Terdapat tiga moda vibrasi dan dalam setiap moda pusat gravitasi dibuat tetap.

  1. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 1a, atom karbon berada tetap pada posisinya dan setiap atom oksigen dapat bervibrasi dalam arah berlawanan secara simetris terhadap atom karbon dalam garis lurus dan dikenal sebagai vibrasi dari moda simetris. Frekuensi yang sesuai disebut sebagai frekuensi peregangan simetris.
  2. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 1b, atom oksigen dan karbon bervibrasi pada sudut yang tepat terhadap garis yang melalui pusat gravitasi. Ini dikenal sebagai moda lentur (bending) dan frekuensi yang sesuai disebut frekuensi lentur.
  3. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 1c, dalam moda asimetris, dua atom oksigen bervibrasi menuju pusat atom karbon secara asimetris. Di saat yang sama, atom karbon juga bervibrasi dari posisinya. Frekuensi yang sesuai disebut sebagai frekuensi peregangan asimetris.

Sebagai tambahan dari ketiga moda vibrasi di atas, bahwa molekul juga dapat berotasi. Oleh karena itu, tingkat energi rotasi terkuantisasi juga memungkinkan. Setiap tingkat energi rotasi berhubungan dengan setiap tingkat energi vibrasinya.


Karakteristik Laser CO2

Laser CO2 merupakan salah satu jenis laser gas yang paling umum. Laser ini ditemukan oleh Kumar Patel pada tahun 1964.  Untuk membentuknya, digunakan medium yang merupakan campuran gas helium (He), nitrogen (N2), dan karbon dioksida (CO2) dalam sebuah tabung. Beberapa jenis laser CO2 juga memerlukan sejumlah kecil CO, H2 atau Xe dalam campuran laser gas. Komposisi campuran laser gas yang bervariasi tergantung pada jenis laser (laser type), daya (power), dan pabrikan (manufacturer). Laser gas biasanya diberikan dalam tabung gas yang terpisah atau tabung gas tunggal.

Pengotor (impurity) dalam campuran laser gas dapat mengurangi kinerja laser CO2, yaitu menurunkan daya output, membuat debit listrik yang tidak stabil atau meningkatkan konsumsi laser gas. Selanjutnya, pengotor akan memengaruhi sifat optik internal, misalnya  dengan membentuk kondensasi pada optik dan mengubah reflektifitasnya. Akibatnya, proporsi yang lebih tinggi dari sinar laser diserap oleh optik yang kemudian menyebabkan kerusakan. Untungnya, proses ini dimulai sangat lambat dan dapat dikompensasikan sampai batas tertentu dengan mengubah pengaturannya. Selama beberapa tahun, diketahui fakta bahwa uap air dan hidrokarbon adalah pengotor yang paling merugikan untuk laser daya tinggi. Maka, jumlah uap air dan hidrokarbon dalam laser gas harus diminimalkan.

Laser CO2 berosilasi pada panjang gelombang 10,6μm dalam daerah inframerah. Laser CO2 sebenarnya juga dapat bekerja dengan output 9,6μm tetapi umumnya tidak banyak digunakan. Divergensi cahaya dari laser CO2 mempunyai jarak 1 sampai 10 mili radian. Lebar cahaya bervariasi dari 3 mm untuk laser berdaya rendah sampai 100mm untuk laser berdaya tinggi. 

Laser CO2 dapat beroperasi baik dengan moda CW (Continue Wave) atau pulsa umumnya. Output daya gelombang kontinu (CW) dapat melebihi 15.000Watt. Dalam moda pulsa, puncak output daya dapat mencapai jutaan Watt. Ini menunjukkan laser CO2 menyediakan keluaran daya yang tinggi dan terus menerus. Laser CO2 juga memiliki konversi efisiensi mencapai 20% dan kerapatan daya yang rendah. Selain itu, laser ini memerlukan waktu operasi yang relatif singkat sehingga menjadikannya sebagai jenis laser yang paling menjanjikan dalam proses produksi. Frekuensi pengoperasian untuk laser CO2 secara normal sekitar 10% tetapi secara teori dapat lebih besar dari itu.


Konstruksi Laser CO2

Ciri khusus laser CO2 adalah kebergantungannya dengan daya radiasi, yaitu daya output pada diameter tabung. Daya output dapat ditingkatkan dengan memperbesar diameter tabung. Dalam laser CO2 yang berdaya tinggi, panjang dari tabung debit adalah beberapa meter dan diameternya beberapa sentimeter yang ditunjukkan pada Gambar. 2.


Konstruksi laser molekul gas sederhana dan output dari lasernya adalah kontinu. Dalam laser molekul gas, osilasi laser dicapai saat transisi antara tingkat vibrasi dan rotasi molekul.  Laser ini didukung dengan suplai frekuensi AC sebanyak 50 siklus atau suplai DC. Agar mendapatkan output daya yang tinggi, sebuah cermin logam emas dipakai untuk pantulan (refleksi) yang tepat. Efisiensi laser CO2 adalah sekitar 30%. Campuran gas dapat dipompa baik secara longitudinal atau transversal ke dalam tabung debit gas.

Laser gas CO2 dikonstruksi dengan berbagai konfigurasi. Setiap konfigurasi terdapat cara khusus dimana gas mengalir dalam tabung. Konfigurasi penting laser CO2, meliputi : 

1. Desain tabung tertutup (sealed tube design)

Dalam desain ini gas tertutup dalam tabung kaca. Konfigurasi laser ini dapat dipompa baik dengan metode eksitasi DC atau RF (Radio Frequency). Jika eksitasi DC digunakan dalam laser CO2 tabung tertutup akan terlihat seperti konstruksi laser gas He-Ne, tetapi ini dibutuhkan untuk mempunyai laser dengan sistem pendingin yang baik. Jika eksitasi RF yang digunakan dalam laser CO2 tabung tertutup kemudian daya pemompa diberikan oleh penyuplai daya RF. Energinya bertambah pada laser yang menggunakan transformator bertara (matching transformator), didesain untuk transfer daya maksimum. Output dari penyuplai RF bertambah dengan banyaknya jumlah elektroda yang terdapat di sekitar tabung laser. Energi RF diserap dengan kenaikan temperatur yang sangat kecil.


2. Desain aliran transversal (transverse flow design)

Disini blower menyebarkan gas CO2 bertekanan rendah di sekitar bagian dalam tabung laser. Aliran arus yang melalui tabung tegak lurus dengan pergerakan gas. Rongga optik tegak lurus baik dengan pergerakan gas maupun aliran arus. Ketika gas (bergerak dengan kecepatan tinggi) mengalir di sekitar bagian dalam tabung, kemudian gas akan keluar melalui heat exchanger. Metode pendingin ini mengijinkan jenis laser mencapai daya tinggi per satuan panjang gas (power per unit length of the gas). Kekurangan laser aliran transversal adalah rongga optik yang pendek dan tebal. Rongga dalam bentuk ini agak menyerupai sinar multimoda (multimode beams) daripada cahaya TEM00.


3. Desain TEA (TEA design)

Desain TEA (Transverse Excitation at Atmospheric-pressure) dianggap sebagai variasi dari desain aliran transversal. Dengan desain ini gas yang mengalir melalui bagian dalam tabung dipertahankan mendekati tekanan atmosfer. Kerapatan tinggi gas memungkinkan secara ekstrim ouput daya yang tinggi, tetapi ini sangat sulit untuk mempertahankan ionisasi gas ketika gas berada dalam tekanan tinggi. Secara umum tegangan yang dibutuhkan untuk mempertahankan jenis operasi ini secara ekstrim besar, maka dari itu desain TEA hanyak dapat dioperasikan dalam moda pulsa. Yang perlu diingat bahwa diameter cahaya untuk jenis laser ini bervariasi dari 5 sampai 10mm dan divergensi cahaya secara khas 1 sampai 2mm dengan efisiensi bervariasi dari 1 sampai 10%.


Prinsip Kerja Laser CO2

Lasor CO2 secara umum menggunakan dua gas tambahan, yaitu N2 (nitrogen) dan He (helium). Nitrogen berperan seperti He dalam laser He-Ne. Molekul nitrogen menuju ke dalam keadaan eksitasi dikarenakan tumbukan pertama dengan elektron.

Eksitsasi atom N2 kemudian mengalami tumbukan kedua dan membuat molekul CO2 tereksitasi.

Frekuensi laser CO2 dapat digambarkan dalam diagram tingkat energi seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 6.

Ketika tingkat energi 001 dari CO2 sangat dekat dengan tingkat eksitasi atom N2, populasi tingkat energi 001 dari CO2 meningkat secara cepat dibanding tingkat energi terendah lainnya yaitu 100 atau 010. Dengan demikian, populasi inversi antara tingkat 001 dan tingkat terendah 020 dan 100 akan tercapai menghasilkan radiasi output 9,6 dan 10,6μm.

Karena berbagai faktor, transisi yang paling kuat pada laser CO2 dalam temperatur operasi normal terjadi pada 10,6μm. Temperatur operasi berperan penting dalam menentukan daya output laser. Kontaminasi dari karbon monoksida dan oksigen akan juga mempunyai beberapa dampak pada kinerja laser. Gas-gas yang tidak terpakai harus dipompa keluar dan CO2 baru harus dimasukkan ke dalam. Temperatur dapat diturunkan dengan mempersempit diameter tabung dan juga penambahan helium pada campuran N2 dan He. Helium tidak hanya meningkatkan konduktivitas panas pada dinding tabung, tetapi juga menurunkan populasi pada tingkat terendah. Daya output yang dihasilkan dari laser ini adalah 10kW.


Kekurangan dan Kelebihan Laser CO2

Kekurangan laser CO2 yaitu.

  1. Beberapa laser CO2 mempunyai kerugian dari rongga optik yang pendek dan tebal.
  2. Sistem pendingin (cooling system) dalam beberapa konfigurasi juga merugikan.
  3. Dalam desain laser TEA CO2 ini sulit untuk mempertahankan ionisasi dalam gas.
  4. Laser CO2 berbahaya karena laser ini memancarkan cahaya dalam daerah inframerah dan daerah gelombang mikro dari spektrum gelombang. Radiasi inframerah akan menghasilkan panas dan laser ini akan melelehkan benda-benda yang menjadi sasarannya sehingga penggunaanya tidak bisa sembarangan.

Kelebihan laser CO2 yaitu.

  1. Laser CO2 berdaya tinggi yang ditemukan dapat menghasilkan daya hingga 15.000W.
  2. Laser gas CO2 merupakan laser serbaguna dan tersedia dalam banyak konfigurasi.
  3. Efisiensi laser gas CO2 (10% atau lebih besar) mengalahkan laser He-Ne dan Argon.
  4. Laser CO2 telah menjadi suatu alat untuk pemrosesan industri karena biayanya yang rendah (dibawah $100 per watt). 
  5. Output pulsa dapat dihasilkan dari laser TEA CO2, membuatnya lebih efisien.
  6. Lebar bentuk gelombang (waveform) outputnya bervariasi.
  7. Daya serap yang tinggi dari ouput panjang gelombangnya untuk berbagai material, seperti keramik, oksida, plastik, kaca (glass), dan lainnya.
  8. Ukuran kecil per watt dari daya output.

Aplikasi Laser CO2

Laser CO2 merupakan salah satu jenis laser yang paling berguna dan efisien yang telah ditemukan sampai sekarang. Aplikasinya dapat meliputi.

  1. Untuk tingkat daya laser gas CO2 tinggi, laser CO2 biasanya digunakan dalam bidang industri untuk tujuan pengelasan dan pemotongan. Sedangkan laser CO2 berdaya rendah biasanya digunakan untuk pengukiran (engraving).
  2. Laser CO2 digunakan dalam proses SILEX (Separation of Isotopes by Laser Excitation) untuk memperkaya (enrich) uranium. Dalam proses ini, ditunjukkan aliran dingin campuran molekul Heksafluorida Uranium (UF6) dan gas pembawa (carrier) terhadap energi dari laser pulsa.
  3. Dalam bidang kemiliteran, digunakan dalam teknik LIDAR (Light Detection and Ranging). LIDAR merupakan teknologi penginderaan jauh yang mengukur jarak jarak dengan menyinari target dengan laser dan menganalisa cahaya yang dipantulkan.
  4. Laser CO2 digunakan dalam bidang medis. Laser CO2 bertindak sebagai alat bedah dalam ruang operasi.

Kesimpulan

Dari paper di atas, maka dapat disimpulkan yaitu

  1. Laser gas mampu memancarkan radiasi dengan panjang gelombang mulai dari ultraungu sampai dengan inframerah.
  2. Pada laser CO2 umumnya digunakan medium yang merupakan campuran gas karbon dioksida (CO2) helium (He), dan nitrogen (N2) dalam sebuah tabung.
  3. Laser CO2 berosilasi pada panjang gelombang 10,6μm dalam daerah inframerah dan beroperasi baik secara kontinu, pulsa, atau Q-switching.
  4. Laser CO2 bekerja ditandai dengan adanya transisi di tingkat rotasi dan vibrasi molekul CO2.
  5. Laser CO2 adalah laser yang paling banyak digunakan untuk pengolahan bahan, seperti pemotongan, pengelasan, dan perlakuan permukaan (surface treatment).

Daftar Pustaka

Cheo, P.K. 1971. CO2 Lasers. New Jersey : Bell Telephone Laboratories, Inc.

Rajendran V. 2009. Engineering Physics. New Delhi : The McGraw – Hill Companies.

http://www.daenotes.com/electronics/microwave-radar/co2-gas-laser

http://www.laserk.com/newsletters/whiteCO.html

https://www.rp-photonics.com/co2_lasers.html



Friday, October 22, 2021

PENGUJIAN KOROSI HASIL SINTESIS PELAPISAN Cu DENGAN VARIASI WAKTU ELEKTROLISIS MENGGUNAKAN METODE ELEKTRODEPOSISI

 Latar Belakang

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi saat ini, banyak barang-barang yang diciptakan oleh manusia dimana semua barang tersebut banyak yang terbuat dari logam. Barang-barang dari logam ini memerlukan sentuhan akhir atau finishing agar terlihat lebih menarik, tahan lama, dan memiliki ketahanan terhadap korosi atau karat. Hal ini dikarenakan korosi berakibat pada penurunan mutu dan daya guna serta menimbulkan kerugian dari segi biaya perawatan. Korosi tidak dapat dicegah namun dapat dikendalikan. 

Salah satu cara dari finishing logam adalah dengan elektroplating. Elektroplating merupakan teknik pelapisan secara elektrodeposisi, yaitu proses pengendapan pelapis logam secara elektrokimia. Pelapisan logam itu sendiri dapat berupa lapis seng atau zinc, perak, emas, tembaga, nikel, krom, dan sebagainya. Saat ini, sudah banyak sekali industri elektroplating yang berkembang, misalnya industri yang mengerjakan pelapisan bagian-bagian mesin kendaraan, seperti swing arm, tromol, dan bagian-bagian mesin lainnya.

Pada eksperimen ini, peneliti tertarik untuk melapisi baja menggunakan tembaga. Baja disini merupakan katoda, sedangkan tembaga (Cu) adalah anoda. Larutan elektrolit yang digunakan haruslah mengandung spesi ion logam penyepuh. Maka dari itu, digunakan CuSO4 sebagai larutan elektrolit. Peneliti disini akan menggunakan variasi waktu elektrolisis, yaitu 60, 90, dan 120 sekon untuk melihat pengaruh variasi waktu pelapisan Cu pada baja.


 Tembaga (Cu)

Tembaga adalah unsur kimia dengan simbol Cu dengan nomor atom 29, yang diketemukan sebagai bijih tembaga yang masih bersenyawa dengan zat asam, asam belerang atau bersenyawa dengan kedua zat tersebut. Tembaga adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Logam ini termasuk logam berat non ferro (logam dan paduan yang tidak mengandung Fe dan C sebagai unsur dasar) yang memiliki sifat penghantar listrik dan panas yang tinggi, keuletan yang tinggi dan sifat tahanan korosi yang baik. 

Sifat lunak tembaga dapat dijelaskan oleh konduktivitas listriknya yang tinggi dan oleh karena itu juga mempunyai konduktivitas termal yang tinggi (kedua tertinggi) di antara semua logam murni pada suhu kamar. Tembaga tidak bereaksi dengan air, namun bereaksi perlahan dengan oksigen dari udara membentuk lapisan coklat-hitam tembaga oksida. Tembaga biasanya digunakan dalam bentuk logam murni, tetapi ketika dibutuhkan tingkat kekerasan lebih tinggi maka biasanya dicampur dengan elemen lain.

Berikut ini juga ditunjukkan tabel kriteria ciri-ciri umum dan sifat fisika dari tembaga.









Baja

Menurut komposisi kimianya, baja dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu : baja karbon dan baja paduan. Baja karbon bukan berarti baja yang sama sekali tidak mengandung unsur lain, selain besi dan karbon. Baja karbon mengandung sejumlah unsur lain tetapi masih dalam batas–batas tertentu yang tidak berpengaruh terhadap sifatnya. Unsur–unsur ini biasanya merupakan ikatan yang berasal dari proses pembuatan besi atau baja seperti mangan, silikon, dan beberapa unsur pengotor seperti belerang, oksigen, nitrogen, dan lain-lain yang biasanya ditekan sampai kadar yang sangat kecil. Baja dengan kadar mangan kurang dari 0,8%, silikon kurang dari 0,5% dan unsur lain sangat sedikit, dapat dianggap sebagai baja karbon. Mangan dan silikon sengaja di tambahkan dalam proses pembuatan baja sebagai deoxidizer atau mengurangi pengaruh buruk dari beberapa unsur pengotor. 

Baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari pada baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahnya yang khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran, seperti nikel, kromium, molibden, vanadium, mangan atau wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat yang di kehendaki (kuat, keras, dan liat), tetapi unsur karbon tidak di anggap sebagai salah satu unsur campuran.


Elektrolisis

Elektrolisis yaitu peristiwa penguraian atas suatu larutan elektrolit yang telah dialiri oleh arus listrik searah. Sedangkan sel dimana terjadinya reaksi tersebut disebut sel elektrolisis. Sel elektrolisis terdiri dari larutan yang dapat menghantarkan listrik yang disebut elektrolit dan dua buah elektroda. Pada elektrolisis, katoda bermuatan negatif sedangkan anoda bermuatan positif. Elektrolisis terdiri atas zat yang dapat mengalami ionisasi (larutan elektrolit), elektroda, dan sumber listrik. Mula-mula aliran listrik dialirkan dari kutub negatif baterai ke katoda yang bermuatan negatif. Larutan elektrolit akan terionisasi menjadi kation dan anion. Selanjutnya, kation di katoda akan mengalami reduksi. Di anoda, anion akan mengalami oksidasi. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.


Kegunaan elektrolisis yaitu pada produksi zat. Banyak zat kimia yang diproduksi melalui elektrolisis seperti logam-logam alkali, magnesium, aluminium, fluorin, klorin, natrium, dan lainnya. Selain itu, digunakan pada pemurnian logam dan penyepuhan. Penyepuhan digunakan untuk melindungi logam terhadap korosi, atau untuk memperbaiki penampilan. Pada penyepuhan, logam yang akan disepuh dijadikan katoda, sedangkan logam penyepuh sebagai anoda. Kedua elektroda harus dicelup kedalam larutan garam dari logam penyepuh.



Elektroplating

Elektroplating merupakan teknik pelapisan secara elektrodeposisi, yaitu proses pengendapan pelapis logam secara elektrokimia. Elektroplating juga dapat diartikan sebagai proses pengendapan ion-ion logam pada katoda dengan cara elektrolis. Terjadinya endapan karena ion-ion bermuatan listrik berpindah dari katoda melalui elektrolit yang akan mengendap pada anoda. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah reaksi reduksi maupun oksidasi yang berlangsung secara terus menerus menuju arah tertentu secara tetap. Cara pelapisan ini memerlukan arus listrik searah (DC). Bila listrik mengalir antara anoda dan katoda didalam larutan konduktor atau larutan elektrolit, maka akan terjadi reaksi kimia pada permukaan logam tersebut. Pada sistem demikian, bila diberi tegangan atau beda potensial, ion-ion bergerak menuju elektroda. Kation bergerak menuju katoda dan anion menuju anoda. Kelebihan dan kekurangan elektroplating adalah sebagai berikut.







Korosi

Korosi berasal dari bahasa latin “Corrodere” yang artinya perusakan logam atau berkarat. Definisi korosi adalah proses degradasi atau deteorisasi atau perusakan material yang terjadi disebabkan oleh lingkungan sekelilingnya. Sebagai contoh rusaknya cat karet karena sinar matahari atau terkena bahan kimia, dan mencairnya lapisan tungku pembuatan baja. Adapun definisi korosi dari pakar lainnya yaitu proses elektrokimia dalam mencapai kesetimbangan termodinamika suatu sistem.  Sistem termodinamika logam dengan lingkungan (air, udara,dan tanah) yang berusaha mencapai keseimbangan. Sistem ini dikategorikan setimbang bila logam telah membentuk oksida atau senyawa kimia lain yang lebih stabil.


Alat dan Bahan




Skema Penelitian










Hasil Penelitian

Massa sebelum dan sesudah Elektrodeposisi









Pengujian Korosi


Pembahasan

Pada eksperimen, substrat yang digunakan adalah kawat baja (katoda). Sedangkan, pelapisnya adalah kawat tembaga (anoda). Sebelum melakukan elektrodeposisi, substrat dan pelapis haruslah diamplas. Tujuannya yaitu untuk menghaluskan permukaan kawat setelah dipotong dengan tang. Proses pembersihan pada sampel (pelapis + substrat) pun merupakan hal yang perlu diperhatikan. Pembersihan pada eksperimen ini dilakukan dengan metode emulsion dan alkaline cleaning. Emulsion cleaning merupakan metode pembersihan yang dilakukan dengan menggunakan larutan dasar organik, seperti detergen atau emulsier. Peneliti disini mencuci sampel dengan deterjen. Alkaline cleaning merupakan metode pembersihan yang dilakukan menggunakan larutan alkali. Pada eksperimen ini digunakan Alkohol 96%. Tujuan dari pembersihan ini yaitu untuk membersihkan sampel dari kotoran atau minyak sebelum melakukan eksperimen.

Larutan elektrolit yang digunakan pada eksperimen adalah CuSO4 0,2 M. Yang perlu diperhatikan dalam metode elektrodeposisi yaitu larutan elektrolit yang digunakan harus mengandung spesi ion logam penyepuh, dalam hal ini tembaga (Cu). Untuk membuat larutan CuSO4 0,2 M diperlukan 200 mL aquades dan 6,38 gram serbuk CuSO4. Eksperimen (metode elektrodeposisi) dilakukan dengan tegangan dan arus tetap masing-masing yaitu 3 volt dan 3,5 A. Tujuan dari metode elektrodeposisi ini yaitu untuk menjaga kualitas suatu produk dan menjaga ketahanan logam terhadap korosi. Arus listrik yang digunakan adalah arus listrik searah (DC). Ketika diberi aliran listrik, maka elektron bergerak dari kutub (-) sumber arus ke katoda dan pada katoda terjadi reaksi reduksi. Di anoda terjadi reaksi oksidasi dan elektron mengalir menuju ke sumber arus listrik. Ion (+) bergerak menuju ke kutub (-) dan ion (-) menuju kutub (+), molekul pelarut bebas tempatnya ada di anoda maupun katoda. Pada percobaan, digunakan variasi waktu elektrolisis yaitu sebesar 60, 90, dan 120 sekon. Berikut ini grafik hasil penelitian, baik sebelum dan sesudah elektrodeposisi.

Gambar 2. Massa yang Mengendap Pada Baja










Gambar 3. Massa yang Mengendap Pada Tembaga







Jika dilakukan menggunakan perhitungan matematis hubungan antara arus listrik dan massa zat yang dihasilkan sesuai yang dikemukakan oleh Michael Faraday melalui Hukum I Faraday, yang menyatakan bahwa massa zat yang diendapkan atau dilarutkan sebanding dengan muatan yang dilewatkan dalam sel dan massa molar zat tersebut. Secara matematis yaitu sebagai berikut.




Pengujian korosi dilakukan menggunakan H2SO4 98% selama 1 jam. Tujuan dari uji korosi ini adalah untuk mengetahui ketahanan baja terhadap korosi setelah diberikan bermacam-macam variasi waktu elektrolisis. Semakin lama waktu elektrolisis atau waktu pelapisan, maka permukaan substrat akan semakin tebal. Akibatnya, substrat menjadi tahan terhadap terhadap korosi (terbukti dari hasil uji korosi pada Tabel 4) atau ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Hasil Pengujian Korosi




Kesimpulan dan Saran

Dari eksperimen yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa.

  1. Elektrodeposisi merupakan proses pengendapan ion-ion logam pada katoda dengan cara elektrolis.
  2. Elektrodeposisi bertujuan untuk menjaga kualitas dan ketahanan logam terhadap korosi.
  3. Semakin lama waktu elektrolisis atau waktu pelapisan, maka permukaan substrat akan semakin tebal. Akibatnya, substrat menjadi tahan terhadap terhadap korosi.

Dari eksperimen yang dilakukan, peneliti menyarankan bagi rekan-rekan yang ingin melakukan penelitian yang sama agar.

  1. Tidak lupa membersihkan sampel yang digunakan sebelum melakukan proses pelapisan (elektrodeposisi).
  2. Mengecek kabel-kabel yang digunakan sebelum melakukan proses pelapisan (elektrodeposisi).
  3. Berhati-hati saat melakukan uji korosi karena larutan asam yang digunakan berbahaya.

Daftar Pustaka

Afriany, Reny dkk. 2012. Pengaruh Konsentrasi Larutan dan Waktu Pelapisan Nikel Pada Alumunium Terhadap Kekerasan. Yogyakarta : UGM.

Basmal dkk. 2012. Pengaruh Suhu dan Waktu Pelapisan Tembaga-Nikel Pada Baja Karbon Rendah Secara Elektroplating Terhadap Nilai Ketebalan dan Kekerasan. Semarang : UNDIP.

Mustopo, Yogik Dwi. 2011. Pengaruh Waktu Terhadap Ketebalan dan Adhesivitas Lapisan Pada Proses Elektroplating Khrom Dekoratif Tanpa Lapisan Dasar, Dengan Lapisan Dasar Tembaga, dan Tembaga-Nikel. Surakarta : UNS.

Suarsana, I Ketut. 2008. Pengaruh Waktu Pelapisan Nikel Pada Tembaga Dalam Pelapisan Khrom Dekoratif Terhadap Tingkat Kecerahan dan Ketebalan Lapisan. Bali : Udayana.

Sutomo dkk. Tanpa Tahun. Pengaruh Arus dan Waktu Pada Pelapisan Nikel Dengan Elektroplating Untuk Bentuk Plat. Semarang : UNDIP.

Viktor, Malau dan Nelson Seleman Luppa. 2011. Pengaruh Variasi Waktu dan Konsentrasi Larutan NaCl Terhadap Kekerasan dan Laju Korosi Dari Lapisan Nikel Elektroplating Pada Permukaan Baja Karbon Sedang. Yogyakarta : UGM.


Lampiran






Simulasi Matlab

Saturday, October 16, 2021

PENGARUH TEMPERING PADA HASIL PROSES KARBURISASI GAS TERHADAP KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR BAJA PADUAN SCM415H

Baja, Heat Treatment, Karburisasi, dan Tempering

Baja merupakan salah satu jenis logam yang paling banyak digunakan dalam bidang industri. Penggunaan baja dapat disesuaikan dengan kebutuhan karena banyak sekali macamnya dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda. Baja biasanya mengandung beberapa unsur paduan. Unsur yang paling dominan pengaruhnya terhadap sifat-sifat baja adalah unsur karbon karena akan berdampak terhadap sifat mekaniknya, salah satunya adalah kekerasannya. Proses pengerasan sendiri dapat dilakukan dengan perlakuan panas (heat treatment). Definisi perlakuan panas dari International Federation for the Heat Treatment of Materials (IFHT) adalah sebuah proses pada keseluruhan atau sebagian objek material dengan cara memberinya siklus termal dan jika diperlukan dilakukan pula aksi fisika atau kimia dengan tujuan untuk mendapatkan struktur dan sifat yang diinginkan. Pengertian siklus termal itu sendiri adalah perubahan temperatur terhadap waktu selama proses perlakuan panas.

Salah satu proses perlakuan panas untuk mengeraskan permukaan logam adalah dengan karburisasi. Karburisasi merupakan proses perlakuan panas dengan penambahan kandungan karbon pada permukaan logam. Proses karburisasi dalam penelitian ini menggunakan media gas (gas carburizing). Proses ini akan diberikan pada baja paduan SCM415H di temperatur 930°C. Baja SCM415H ini memiliki kandungan (dalam %), yaitu 0,12-0,18 C ; 0,15-0,35 Si ; 0,55-0,90 Mn ; 0,85-1,25 Cr ; < 0,03 P ; < 0,03 S, dan 0,15-0,35 Mo. Baja SCM415H merupakan baja paduan rendah (low alloy steel) dimana elemen paduannya (selain karbon) kurang dari 8 %.

Untuk mendapatkan struktur mikro dan sifat yang diinginkan yaitu dapat diperoleh melalui proses pemanasan dan pendinginan pada temperatur tertentu. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kekerasan yang maksimal maka dilakukan proses quenching, yaitu proses pendinginan cepat dengan media air atau oli sehingga diperoleh fasa martensit. Dalam penelitian ini, digunakan oli dingin (cold oil). Untuk mendapatkan baja yang memiliki kekerasan, keuletan, dan ketangguhan tinggi diperlukan juga pemanasan ulang (tempering). Pada penelitian ini, proses tempering dilakukan pada suhu 150°C, 180°C, 230°C, dan 480°C. Dengan proses ini, duktilitas dapat ditingkatkan namun kekerasan dan kekuatannya akan menurun. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu tempering, maka semakin mudah karbon berdifusi. Pada sebagian besar baja, proses tempering dimaksudkan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, duktilitas, dan ketangguhan yang tinggi. Dengan demikian, proses tempering yang dilakukan setelah proses pengerasan akan menjadikan baja lebih bermanfaat karena adanya struktur yang lebih stabil.

Pengujian metalografi dilakukan untuk mengetahui struktur mikro yang terdapat dalam spesimen. Sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan panas, diambil gambar struktur mikro dan nilai kekerasan dari baja. Nilai kekerasan akan diuji dengan pengujian kekerasan Rockwell (HRA 60 kg dan HRC 150 kg) serta Vickers (HMV 300 gram). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai “Pengaruh Tempering Pada Hasil Proses Karburisasi Gas Terhadap Kekerasan dan Mikrostruktur Baja Paduan SCM415H”.


Diagram Alir Penelitian



















Hasil Penelitian









Strukur Mikro Perbesaran 400x



Analisa dan Pembahasan

Karburisasi merupakan proses pengerasan dengan penambahan karbon pada permukaan benda. Karburisasi dilakukan dengan cara memanaskan baja (dalam hal ini baja SCM415H) ke dalam lingkungan yang banyak mengandung karbon aktif, sehingga karbon akan berdifusi masuk ke permukaan baja. Kotak karburisasi yang dipanaskan harus dalam keadaan rapat, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya reaksi antara media karburisasi dengan udara luar. Cara yang biasanya ditempuh untuk menghindarinya adalah dengan memberikan lapisan tanah liat (clay) antara tutup dan kotak karburisasi.

Setelah proses perlakuan panas (karburisasi gas) dilakukan, tahap selanjutnya adalah melakukan pendinginan secara cepat (quenching). Pada penelitian ini menggunakan oli dingin (cold oil). Pada pendinginan yang cepat ini, fasa austenit tidak sempat berubah menjadi ferit dan perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon untuk mengadakan pergerakan difusi. Fasa yang terbentuk saat pendinginan yang cepat ini adalah fasa martensit yang sangat keras tetapi getas. Selain itu, pendinginan yang cepat ini menghasilkan tegangan sisa yang dapat berakibat material mengalami deformasi. Oleh karena itu diperlukan pemanasan ulang baja yang telah dikeraskan (tempering) sehingga diperoleh struktur yang lebih stabil. Maksudnya adalah kombinasi antara kekuatan, keuletan (ductile), dan ketangguhan yang tinggi sehingga menjadikan material lebih bermanfaat karena adanya struktur yang lebih stabil.

Tempering biasanya diberikan pada baja yang telah mengalami normalisasi (normalizing) dan pengerasan (hardening). Normalisasi menghasilkan struktur mikro yang lebih homogen sehingga baik untuk proses pengerasan. Dengan proses tempering ini akan mengurangi tegangan sisa (residual stress) sehingga mengembalikan sebagian keuletan baja. Kembalinya sebagian keuletan menyebabkan nilai kekerasan dan kekuatan yang diperoleh pada proses pengerasan berkurang. Hal ini terlihat seperti nilai rata-rata kekerasan permukaan, kekerasan inti, dan ketebalan lapisan, baik sebelum maupun setelah tempering dilakukan.










Tampak pada Gambar 7 dan 8 bahwa semakin tinggi suhu tempering, maka kekerasannya akan semakin berkurang. Namun, keuletannya akan bertambah. Hal ini dikarenakan semakin mudahnya karbon untuk berdifusi (persentase karbon berkurang).








Jika diperhatikan nilai kekerasan pada material sebelum heat treatment, baik kedalaman 0,05 - 0,5 mm menunjukkan hasil yang hampir sama seperti Gambar 9. Dari referensi yang diperoleh bahwa nilai kekerasan material sebelum heat treatment mendekati nilai kekerasan yang dimiliki oleh fasa ferit, yaitu 100 – 200 HMV. Hal ini terbukti jika kita lihat struktur mikro untuk material baja SCM415H sebelum treatment, tampak fasa ferit yang dominan (berwarna putih kusam) dan juga perlit (berwarna hitam), baik pada permukaan atau inti. Sedangkan setelah heat treatment + quenching, fasa martensit (berwarna gelap) yang dominan dengan sifat keras, namun getas. Selain itu,terdapat sisa austenit (berwarna putih) hanya pada permukaan material tampak pada Gambar 10 dan 11.








Sedangkan berdasarkan pengujian metalografi, untuk struktur mikro yang terbentuk pada tempering 150°C, 180°C, 230°C, dan 480°C adalah martensit yang berwarna gelap, tampak pada permukaan material. Selain itu, terdapat juga fasa ferit yang berwarna putih kusam yang menyebabkan material bersifat ulet (ductile) tampak dominan di inti material baja seperti pada Gambar 12 dan 13.











Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan.

  1. Semakin tinggi suhu tempering, maka nilai kekerasan akan berkurang namun keuletannya akan bertambah.
  2. Proses tempering dimaksudkan untuk mendapatkan struktur baja yang lebih stabil, yaitu memiliki kekerasan, keuletan, dan ketangguhan yang tinggi.
  3. Fasa yang terbentuk sebelum dan sesudah heat treatment berturut-turut adalah ferit dan martensit. Untuk material yang ditemper pada suhu 150°C, 180°C, 230°C, dan 480°C  adalah fasa martensit yang berwarna gelap dan ferit yang berwarna putih kusam.
  4. Fasa martensit menyebabkan material bersifat keras namun getas, sedangkan fasa ferit menyebabkan material bersifat ulet (ductile).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan.

  1. Menghindari terjatuhnya material baik sebelum dan sesudah proses karena dapat menyebabkan kerusakan atau deformasi.
  2. Melakukan pengamplasan dengan metode yang tepat agar mendapatkan gambar struktur mikro yang baik saat pengujian metalografi.
  3. Saat pengujian metalografi sebaiknya menggunakan perbesaran yang tepat agar lebih mudah mengidentifikasi fasa yang terbentuk.

Daftar Pustaka

Asfarizal. 2008. Pengaruh Temperatur Yang Ditinggikan Terhadap Kekuatan Tarik Baja Karbon Rendah. Padang : ITP.Cahyono, Hendro dkk. 2008. Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Struktur Mikro Logam ST60. Pontianak : POLNEP.

Haryadi, Gunawan Dwi. 2006. Pengaruh Suhu Tempering Terhadap Kekerasan, Kekuatan Tarik, dan Struktur Mikro Pada Baja K-460. Semarang : UNDIP.

Iqbal, Muhammad. 2008. Pengaruh Temperatur Terhadap Sifat Mekanis Pada Proses Pengkarbonan Baja Karbon Rendah. Palu : UNTAD.

Jamal, Ilyas dan Haryadi Adma. 2012. Analisa Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Kekuatan Sambungan Las Baja Karbon Tinggi. Makasar : UNHAS.

Kirono, Sasi dan Azhari Amri. 2011. Pengaruh Tempering Pada Baja St 37 yang Mengalami Karburasi Dengan Bahan Padat Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro. Jakarta : UMJ.

Rochiem, Rochman. 2010. Pengaruh Proses Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan dan Struktur Baja AISI 310 S. Surabaya : ITS.

Waluyo, Joko. 2009. Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Pada Proses Karburisasi Cair Terhadap Kekerasan Baja AISI 1025 Dengan Media Pendingin Air. Surakarta : UNS.


Lampiran
Spesifikasi Alat

Proses Kerja