Monday, June 09, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 51)

Unearth

Dalam merenungkan keterhubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta, pikiran manusia kerap mengembara tidak hanya pada keniscayaan esensi penciptaan, tetapi juga pada bagaimana segala sesuatu dapat tumbuh dan berkembang dalam ikatan ruang dan waktu. Ruang dan waktu secara terus-menerus melahirkan berbagai persilangan dan pertemuan yang menjadikan kehidupan manusia sangat kompleks, meskipun tampak begitu singkat. Menelaah kembali makna penciptaan, kelahiran, dan pertumbuhan manusia dalam koeksistensi dengan alam telah menjadi tema mendasar dalam praktik artistik Jessica Soekidi selama beberapa tahun terakhir. Prinsip-prinsip keberlanjutan yang ia tekuni melalui latar belakang akademisnya di bidang arsitektur jelas memengaruhi perspektifnya dalam memahami asal-usul dan tujuan siklus kehidupan demi mencapai harmoni antara manusia dan alam.

Pameran tunggal Jessica Soekidi dalam gagasan utama Unearth menawarkan kilasan atas refleksi, perenungan, dan spekulasinya mengenai kefanaan material organik dan kehidupan manusia. Dalam Unearth, Jessica berupaya mengungkap berbagai perkembangan dalam praktik artistiknya melalui siklus kehidupan tanah—sebuah elemen yang secara fisik merepresentasikan alam dan secara simbolik berkaitan dengan penciptaan manusia. Bagi Jessica, mengeksplorasi gagasan-gagasan yang berkaitan dengan tanah adalah seperti menelusuri kembali perjalanan kreatifnya dari sudut pandang yang sangat manusiawi.

Dasar dari karya yang dipresentasikan dalam Unearth berakar pada simbol-simbol yang merepresentasikan lapisan-lapisan pemikiran dan perkembangan manusia. Lapisan terbawah, yang digambarkan sebagai bentuk persegi, merujuk pada kehidupan yang berpijak pada adat, kepercayaan, dan tradisi. Bentuk lingkaran pada lapisan tengah melambangkan siklus dan dinamika perubahan. Sementara itu, lapisan teratas dipenuhi dengan bentuk segitiga yang menyimbolkan hubungan antara manusia, alam, dan entitas tertinggi dari Penciptaan. Ketiga bentuk utama ini dalam komposisi Unearth dihadirkan oleh Jessica Soekidi sebagai upaya untuk mengeksplorasi gagasan tentang kemanusiaan. Apa sesungguhnya arti menjadi manusia? Dan bagaimana seharusnya manusia menjalani keberadaannya? 

Sekumpulan figur tiga dimensi berukuran kecil berbentuk manusia juga hadir dalam berbagai pose yang melambangkan sindiran terhadap kehidupan sehari-hari dan kesederhanaan—secara ironis, di tengah kompleksitas keberadaan manusia saat ini. Sang seniman seolah ingin menekankan bagaimana manusia berpijak pada tanah, yakni materi dasar dari mana mereka diciptakan. Hal ini mencerminkan pendekatan artistik Jessica Soekidi yang konsisten dan selalu dibangun di atas fondasi karya-karya sebelumnya.

Kehadiran figur manusia yang utuh dan penggunaan tanah sebagai material simbolik penciptaan manusia—menurut ajaran agama-agama Abrahamik—menjadi titik awal eksplorasi Jessica Soekidi terhadap keberagaman umat manusia. Figur-figur manusia yang berdiri di atas gundukan tanah tampak merepresentasikan pandangan umum terhadap kompleksitas manusia. Penggunaan tanah yang berasal dari berbagai lokasi menjadi metafora atas keberagaman karakter dan latar belakang manusia. Tanah tidak lagi sekadar simbol penciptaan manusia, tetapi juga simbol keberagaman. Demikian pula, material organik yang tumbuh dari tanah merefleksikan keterbatasan ruang fisik dan kefanaan waktu, sekaligus menjadi renungan atas singkatnya kehidupan manusia.

Unearth merupakan karya terbaru Jessica Soekidi, yang memosisikan tanah sebagai material inti dalam praktik kreatifnya. Tanah tidak hanya diproses secara fisik—melalui teknik pembakaran keramik yang dikombinasikan dengan elemen organik dan perkembangan teknologi pencetakan 3D terkini—tetapi juga dikaji secara simbolik, dengan merujuk pada berbagai gagasan konseptual tentang penciptaan manusia dan alam semesta. Pameran ini berlangsung pada tanggal 24 Mei 2025 - 30 Juni 2025 di Sal Project Artspace, Ranuza, JI. H. Agus Salim, RT.9/RW.4, Gondangdia, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus lbukota Jakarta 10350.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 03 Juni 2025.

Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Sunday, June 08, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 50)

Subliminal Maya : In Flux and Forms of Being

Secara harfiah, kata subliminal berarti pesan yang disampaikan di bawah kesadaran seseorang. Sudjud Dartanto sebagai kurator cerita subliminal jadi ruang bagi mereka melalukan sublimasi lewat simbol atau tanda dalam karya masing-masing.

Pameran “Subliminal Maya: In Flux and Forms of Being” adalah sebuah bentuk seni yang mengeksplorasi kedalaman psikologis, sosial, dan spiritual yang terus berubah. Di tengah pusaran globalisasi, multipolaritas dan disrupsi digital, pemahaman kita tentang realitas bergeser, membuka ruang untuk pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang siapa kita. Makna spiritualitas di era ini, dan bagaimana kita memposisikan diri era ini, dan bagaimana kita memposisikan diri kita di tengah arus perubahan dan transformasi yang tak terelakkan.

Menurut Sudjud judul “Subliminal Maya” sendiri adalah referensi implisit pada realitas berlapis, di mana permukaan yang terlihat—karya seni fisik—memberi petunjuk pada kebenaran atau ilusi yang lebih dalam yang sering tersembunyi, seperti bisikan dari bawah sadar. Setiap karya seni dalam pameran yang diadakan di Ruci Art Space dari tanggal 28 Mei – 29 Juni 2025 ini bagaikan sebuah cermin, merefleksikan diri kita sendiri dalam perubahan ini, mengungkap ketegangan transformasi, dan menguji potensi seni sebagai ruang dialog dan pendalaman yang lebih dalam. Pameran ini menampilkan tiga seniman muda – Khadir Supartini, Kuncir Sathya Viku, dan M.S. Alwi – tidak hanya memperkaya wacana seni rupa kontemporer dan global. Lebih dari itu, mengungkap makna yang mengalir dari pengalaman individu dan kolektif. Judul “Subliminal Maya” sendiri merupakan referensi implisit terhadap realitas berlapis, di mana permukaan yang terlihat-fisik karya seni mengisyaratkan kebenaran yang lebih dalam. Karya seni yang terlihat mengisyaratkan kebenaran yang lebih dalam atau ilusi yang sering kali tersembunyi, seperti bisikan dari alam bawah sadar.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 02 Juni 2025.

Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Saturday, June 07, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 49)

Das Genesis -- Room 404

Alih-alih menetapkan pendekatan mereka secara jelas sejak awal, Ayudhia Virga dan Yura Kenn Kusnar—dua sahabat yang berbagi ketertarikan terhadap subkultur bawah tanah—menemukan jalan mereka ke dunia seni secara organik. Sebagai respons terhadap lingkungan seni yang sering kali terasa steril dan tersanitasi, sejak 2017 hingga 2022, mereka bereksperimen dengan ruang-ruang kota yang jarang dimanfaatkan, dari gedung kosong hingga tempat cuci mobil, sebagai ruang sementara yang menolak struktur kontrol formal. Kasar, mendesak, dan belum terdefinisi, mereka terus berada di pinggiran. Alternatif, luar arus utama, dan eksis di sela-sela.

Meski sempat berhenti sejenak, keheningan itu tak pernah benar-benar bertahan lama. Pada 2025, mereka membentuk DAS GENESIS, sebuah kolektif yang cair dan lintas disiplin, menggabungkan seni, teknologi, dan suara. Perjalanan kreatif mereka yang terbaru melahirkan ROOM 404, pameran perdana di Sewu Satu pada tanggal 17 Mei 2025 - 15 Juni 2025. Sekali lagi ‘membajak ruang’, karya-karya ini mendisrupsi galeri baik secara fisik maupun filosofis, mempertanyakan sistem kepercayaan, kebenaran dan kebohongan, serta nilai-nilai seni. Di sini, karya dan objek tidak dilihat sebagai komoditas, melainkan fragmen dari dunia lain yang terdistorsi—hilang, dicari, dan direbut kembali.

Angka "404" merujuk pada kode kesalahan internet "404 Not Found"; sebuah pesan yang menunjukkan bahwa sesuatu yang seharusnya ada, justru tidak ditemukan. Ini mencerminkan logika dari pameran ini: penolakan terhadap kejelasan. Seperti kolektifnya, ROOM 404 adalah ruang yang licin dan sukar didefinisikan. Ia hadir, tetapi sulit ditemukan.

Setiap karya dalam pameran ini merupakan kontradiksi terhadap keindahan dalam makna konvensionalnya. Sebuah kritik terhadap kriteria dan norma yang mengatur produksi dan konsumsi seni. Karya-karya ini memainkan hubungan antara material fisik dan ranah metafisik, banyak di antaranya menggunakan teknik cetak 3D sebagai pendekatan pembuatan yang canggih dan kontemporer, sambil menghadapkan penonton pada pertanyaan-pertanyaan mendasar yang mengguncang, namun perlu:

Bisakah kepercayaan ada tanpa pemahaman penuh?
Bagaimana kita mendefinisikan kekuatan ketika menolak kategorisasi?
Apa yang terjadi ketika ambisi manusia berhadapan dengan yang tidak dikenal?

Disertai dengan teks-teks pendamping, karya-karya ini menantang asumsi kita tentang kepercayaan, kekuasaan, penciptaan, dan batas pemahaman manusia—menarik kita ke dalam ruang yang mencerminkan ketegangan di antara semuanya. Di tengah kondisi hari ini, yang ditandai oleh disinformasi politik yang mengaburkan fakta dan fiksi, ROOM 404 menantang kita untuk menghadapi ketidakstabilan realitas kita. Pameran ini menghadirkan ruang yang terpecah untuk merefleksikan secara kritis sistem-sistem yang membentuk pemahaman kita tentang kebenaran. Sebagai ruang sementara, ROOM 404 adalah tempat untuk berdiam dalam ketidaknyamanan karena tidak tahu; untuk berada bersama hal-hal yang menolak ditemukan; dan untuk berpikir tanpa janji akan jawaban.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 04 Juni 2025.

Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Friday, June 06, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 48)

Beyond Imagination

Indonesian Artists menggelar pameran Contemporary Art Exhibition bertajuk Beyond Imagination di Gedung Jakarta Design Center (JDC) Lantai 5. Indonesian Artists adalah Wadah Pengembangan Seni Rupa indonesia, yang merupakan gerakan sosial seni rupa Indonesia dalam rangka turut andil memberikan kontribusi positif dalam kemajuan seni rupa Indonesia, menciptakan dan meningkatkan mutu karya serta mencetak kader perupa yang handal,” ungkap Tato Kastareja, Ketua Indonesian Artist, kepada awak media. Indonesian Artist adalah komunitas perupa yang aktif berkarya dan jumlahnya lebih dari 500 anggota. Karya yang dipamerkan saat ini ada beberapa jenis seperi lukisan, patung, seni instalasi dan karya mix media lainnya.

Sebanyak 56 seniman yang tergabung dalam Indonesian Artists berpartisipasi dalam pameran seni rupa kontemporer tersebut. Beyond Imagination memiliki makna tentang sebuah karya yang melampaui sebuah imajinasi dan dapat di ekspresikan di dalam berbagai konsep, gaya dan teknik seni rupa. Berangkat dari rasa kegelisahan atas kepedulian kami terhadap perkembangan seni rupa Indonesia bagi generasinya, dimana Indonesia memiliki beragam keunikan dari seni budaya dan alam nusantara yang indah molek serta kearifan lokal lainnya yang unik, hal ini dapat kita angkat sebagai tema-tema seni rupa untuk pemperkenalkan kepada dunia melalui medium seni rupa yang dikonversi kembali melalui pandangan seni rupa modern, kontemporer menarasikan kembali sebagai manifestasi kehidupan yang lebih bermakna bagi masyarakat dan bangsanya,” ungkap Heri Kris, Kurator Kegiatan. Melalui karya-karya seni inilah merupakan cermin dari bangsa yang memiliki kecerdasan berbudaya dan berbudi luhur,” lanjutnya.

Harapan dari pameran ini adalah agar apresiasi seni rupa dapat tumbuh berkembang diwilayah dimana tempat para perupa berasai di seluruh Indonesia. Pameran karya seni rupa bertajuk Beyond Imagination dapat dikunjungi secara gratis yang berlangsung mulai 3 Mei hingga 31 Mei 2025 mendatang.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 28 Mei 2025.

Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Sunday, June 01, 2025

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 47)

Once Was

Pameran "Once Was" di Ara Contemporary berlangsung dari tanggal 17 Mei 2025 hingga 21 Juni 2025 menampilkan karya Iwan Effendi berupa gambar bergerak, lukisan, dan ilustrasi di atas kertas. Iwan Effendi yang punya background di Papermoon Puppet Theater sebagai dalang berhasil memadukan resonansi emosional dari dunia boneka. Iwan Effendi, dikenal dengan latar belakangnya sebagai seniman wayang, kembali mengangkat dunia pewayangan dalam bahasa visual yang segar. Ia membawa semangat dan filosofi pertunjukan boneka ke dalam karya-karyanya yang penuh makna.

Namun, Once Was tidak hanya menampilkan boneka sebagai objek. Kali ini, Iwan mengarahkan perhatian pada hal yang lebih halus—sosok sang dalang yang justru menghilang agar boneka bisa hidup. Dalam beberapa karya di atas kertas, jejak gerakan dan kehadiran tokoh-tokoh ditelusuri, kemudian dihapus, dan digambar ulang. Proses ini menciptakan dinamika antara yang terlihat dan yang lenyap, antara diam dan gerak. Pergeseran fokus ini menjadi bagian penting dari pencarian artistik Iwan. Ia mengajak kita merenungkan bahwa sesuatu yang tak terlihat justru punya peran besar dalam menciptakan kehidupan dan makna.

Melalui Once Was, Iwan menghadirkan pengalaman visual yang lembut namun dalam. Ia menyentuh tema tentang ingatan dan keberadaan—tentang hal-hal yang pernah ada, mungkin telah berubah, tapi tak benar-benar hilang. Melalui “Once Was”, Iwan Effendi mengukir narasi tentang memori yang tak pernah benar-benar hilang—ia hanya berubah wujud. Isi pameran ini bukan tentang apa yang pernah ada, tetapi tentang proses tak kasatmata di balik perubahan itu sendiri: bagaimana sang dalang merelakan dirinya larut dalam boneka, lalu menghilang agar kisahnya tetap hidup. Di ruang antara yang tampak dan yang tersembunyi, Iwan seperti mengajak kita merenungi keindahan paradoks: bahwa seni paling mengharukan justru lahir dari ketiadaan.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 30 Mei 2025.

Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.