Saturday, December 21, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 34)

Pop Fractal

Lahir dan dibesarkan sebagai orang Bali, Suanjaya Kencut tumbuh dengan rutinitas membuat sesajen, tradisi sesaji khas Bali yang dianggap sakral. Sesajen terbuat dari berbagai elemen, yang masing-masing elemennya memiliki makna tertentu yang berhubungan dengan percakapan atau hubungan yang ingin dicapai dengan Sang Ilahi. Secara sekilas, setiap elemen tampak abstrak. Begitu disusun menjadi sesajen, semuanya menjadi satu kesatuan, seolah-olah setiap elemen saling terhubung, melantunkan doa yang sama. Baik Art dengan senang hati mempersembahkan pameran tunggal Suanjaya Kencut, “Pop Fractal”, yang menyajikan karya tentang bagaimana ia memandang dunia, bagaimana kita terbuat dari potongan-potongan kecil, terpisah dan tersegmentasi. Di sini, sang seniman mencoba secara kiasan menutup jarak, berharap untuk membangun hubungan yang telah lama dirindukan. Pameran berlangsung pada tanggal 14 November 2024 sampai 11 Januari 2025 di Baik Art, Jl Sekolah Duta V No. 35, Jakarta Selatan.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 12 Desember 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Saturday, December 14, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 33)

Filter Too Much Flavour

Ditengah ajakan-ajakan untuk abai, I Wayan Novianto dan Lilik Setyawan memilih untuk tetap bersetia pada rangsang ide yang bernafaskan kepedulian, utamanya mengenai pentingnya ketahanan pangan di tengah masyarakat kita. Keduanya berhasil menyaring banyaknya tawaran rasa dengan melakukan upaya-upaya perawatan kehidupan. Pilihan ini akhirnya menjadi strategi penciptaan karya yang lebih berpihak pada keberlangsungan kehidupan dari pada pilihan untuk menjadi apatis dan egois. Asep Prasetyo dan Dedi Irawan memiliki kehendak yang kuat di tengah godaan untuk pasrah dengan kemajuan. Keduanya memiliki keputusan-keputusan artistik yang menarik dan bersetia pada metode-metode berkarya yang dipercaya dapat menjaga kualitas karyanya. Ini pula adalah usaha menyaring teknologi yang memicu kedangkalan keterampilan di tengah budaya kekaryaan hari ini. Pameran berlangsung pada tanggal 16 November - 15 Desember 2024 dan menjadi pameran penutup Artloka di tahun ini.

Saya menghadiri pameran pada tanggal 05 Desember 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Saturday, December 07, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 32)

Tidak Berarti Tidak ...

Karya dalam pameran ini "Tidak berarti tidak ... " berasal dari dua masa. Karya-karya Bambang Bujono (Bambu), semuanya berjudul Lukisan dibuat pada tahun 1970an. Sementara karya-karya dari Jeroen Tan Markaban (Tan Markaban), kebanyakan tak berjudul (untitled), dibuat dalam satu dekade terakhir. Kedua pelukis ini akrab dengan gambar, lukisan, dan seni rupa sejak dini. 

Sekilas pandang, lukisan-lukisan dalam pameran ini akan dengan mudah kita sebut abstrak karena kecenderungannya yang tidak serta merta figuratif. Pada beberapa lukisan Tan Markaban, kita masih bisa mengenali tangga, bangunan, atau teks, namun, secara bangunan elemen dalam kanvas, bidang kehadirannya, tidak mengundang kita untuk dapat membacanya secara figuratif. Sementara pada lukisan Bambu, beberapa elemen yang berulang bisa kita kenali sebagai lingkaran, oval, atau persebaran titik. Demikianlah mengapa abstrak jadi sebutan yang 'aman' untuk lukisan-lukisan ini. 

Kembali ke ruang pamer kita kali ini, lukisan Bambu dari tahun 1970an dan lukisan Tan Markaban satu dekade terakhir dipajang bersandingan, berkelindan satu sama lain. Dapatkah kita melepaskan harapan kita akan objek-objek dalam bidang-bidang kanvas ini untuk mewakili atau meniru kenyataan, keseharian ? Perlukah ia mengada (-ada) ? Bilapun kita berhasil tuna harap, apa yang bisa kita rasakan, lampiaskan, atau bawa pulang ? Jika ada, abstrak juga kah ia ? 'Abstrak'-kah ? Atau dapatkah kita menautkannya dengan sesuatu yang berasal dari keseharian kita ? 

Selamat menikmati "Tidak berarti tidak ..." yang berlangsung pada tanggal 30 November 2024 - 17 Desember 2024 di Rubanah Underground Hub. 

Saya menghadiri pameran pada tanggal 05 Desember 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.

Friday, December 06, 2024

PAMERAN KARYA SENI (BAGIAN 31)

Versus

Seni adalah medium untuk manusia bermetamorfosis dan bertransformasi. Perubahan adalah sebuah proses yang pasti dan tak terhindarkan. Setiap individu pasti bertransformasi, dipaksa oleh dinamika kehidupan untuk terus berubah. Dalam konteks ini, seni menjadi salah satu cara manusia merefleksikan apa yang terjadi. Melalui seni, seniman dan material yang digunakan saling berkorespondensi untuk menciptakan hal baru. 

Tema "Versus" ini menawarkan sebuah ruang bagi kita untuk melihat bagaimana dua seniman yang memiliki perspektif yang berbeda, bertemu dalam garis tengah, yaitu perubahan. Jowo Faqih dan Dikco Ayudya keduanya menggambarkan sebuah proses perubahan, tidak hanya mereka sebagai seniman tetapi juga karya itu sendiri sebagai hasil dari perubahan yang dialami. 

Dikco Ayudya mengangkat transformasi sebagai respon terhadap lingkungan dan pengalaman bermain game, yang ia jadikan sebagai metafora kehidupan. Karya seperti "Killing Machine" dan "Devotion" menggambarkan proses adaptasi yang cepat dan pengendalian diri, dimana manusia dihadapkan pada tantangan yang memaksa mereka untuk terus berubah. Dikco melihat hidup sebagai permainan yang harus ditamatkan, namun di setiap permainan, ada pelajaran tentang pengorbanan, kesetiaan, dan pencapaian yang harus dihadapi dengan hati penuh. 

Jowo Faqih menampilkan karya yang sangat personal, dimana elemen emosional dan pengalaman hidup membentuk narasi dalam setiap lukisan. Karyanya seperti "Rockmantic" dan "Aim for Heaven" adalah bukti dari pergulatan batin dan transformasi diri. Ia menggambarkan betapa rapuhnya manusia di tengah tuntutan menjadi kuat, serta perjuangan spiritual yang terus menerus dilakukan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Dalam konteks metamorfosa, Jowo memproyeksikan perubahan yang tidak hanya emosional tetapi juga spiritual. Karya seninya adalah manifestasi dari pencarian diri dan pergeseran perspektif yang dialami sepanjang hidup. 

Kedua seniman ini, melalui karya mereka, menciptakan ruang dialog tentang transformasi manusia. Mereka tidak hanya mengeksplorasi perubahan sebagai sesuatu yang terjadi pada diri sendiri, tetapi juga bagaimana seni menjadi medium dalam proses metamorfosa ini. Pameran "Versus" ini mengajak kita untuk menghargai tiap harmoni yang ada dalam setiap perubahan. Dalam konteks ini, karya seni tidak hanya berfungsi sebagai ekspresi kreatif, tetapi juga sebagai hasil dari transformasi seniman itu sendiri. Pameran ini berlangsung pada tanggal 16 November 2024 - 05 Januari 2025 di Rachel Gallery, Wisma Geha 3rd Floor, Jl. Timor No. 25, Menteng Jakarta Pusat. 

Saya menghadiri pameran pada tanggal 05 Desember 2024.


Note :

Jika ingin melihat foto-foto atau video-video selengkapnya, dapat mengunjungi YouTube saya di https://www.youtube/com/@afindrapermana.